Siapa Caleg 2024 untuk DPR-RI/ DPD-RI/ DPRD Prov. dan DPRD Kab./Kota-mu? Cek di sini...

Berita Anggota Parlemen

Utang Negara Produktif Untuk Infrastruktur, PKS: Penyesatan Logika Masyarakat

RUU terkait:

Isu: Dana Infrastruktur,

sumber berita , 07-01-2019

Kementerian Keuangan, melalui Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi menyatakan utang yang dimiliki pemerintah termasuk kategori produktif karena digunakan untuk pembangunan infrastruktur.

"Pernyataan tersebut merupakan upaya penyesatan logika masyarakat, karena utang pemerintah akan tercatat secara terpusat sebagai pembiayaan pemerintah, yang nantinya akan dipakai untuk semua pos belanja," tegas anggota Komisi XI DPR, Ecky Awal Mucharam dalam keterangan tertulisnya.

Ecky menjelaskan, utang dalam negeri pemerintah tidak bersifat spesifik untuk satu pos belanja tertentu seperti infrastruktur. Pembiayaan digunakan untuk menutup defisit, di mana pos belanjanya merupakan akumulasi dari semua pos belanja.

"Masyarakat perlu diedukasi bahwa justru pos belanja pegawai dan belanja barang tumbuh jauh lebih tinggi dibandingkan belanja modal," terangnya.

Semenjak 2014, urai Ecky, pos belanja pegawai dan belanja barang telah tumbuh sebesar berturut-turut 49,7 persen dan 92 persen. Sedangkan belanja modal hanya tumbuh 37 persen.

"Jadi dari sisi mana bisa diklaim produktif," kritiknya.

Justru, lanjut dia, utang pemerintah bisa membengkak akibat adanya mismanajemen anggaran, terutama di tahun 2015 dan 2016. Target penerimaan yang tidak realistis menyebabkan pemerintah harus menambah utang untuk menutup shortfall tersebut, sehingga pada akhir tahunnya realisasi defisit Indonesia membengkak.

"Contohnya 2015 yang bertambah sebesar Rp 76 trilun dan 2016 yang bertambah Rp 35 triliun," sebut legislator asal Jawa Barat ini.

Ecky melanjutkan, kedua defisit itu terjadi karena mismanajemen dengan kata lain bersifat tidak terencana, yang pada akhirnya akan memiliki efek minimum bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Di titik ini justru rakyat dirugikan," tegasnya.

Defisit yang tidak terencana tersebut justru merugikan, terutama karena akhirnya tidak dapat terserap secara optimal. Hal ini terlihat dari besarnya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) pada tahun 2015 sebesar Rp 24 triliun dan 2016 mencapai Rp 26 Triliun.

"Silpa ini justru merugikan, karena artinya pemerintah berutang tetapi tidak digunakan dan sudah menanggung beban bunga yang ada," tutup Ecky.

Diposting 07-01-2019.

Dia dalam berita ini...

Ecky Awal Mucharam

Anggota DPR-RI 2014
Jawa Barat III