Merasa terlalu banyak kemiripan dengan lembaga lain, Dewan Perwakilan Daerah RI (DPD) berkeinginan mengganti namanya. DPD ingin disebut senat supaya lebih keren.
Ketua DPD-RI, Irman Gusman beralasan, selama ini banyak sekali lembaga yang memakai sebutan DPD. Partai-partai menggunakan istilah DPD untuk kantor pimpinan di provinsi dan kota. Ormas dan organisasi usaha juga pakai DPD untuk pimpinan provinsi. "Waktu ke daerah, ada yang tanya ke saya, Pak Irman itu DPD apa. Soalnya ada DPD Golkar, ada DPD Organda, dan DPD-DPD," kata Irman mencontohkan, saat berbicara dalam diskusi di ruang pers DPR, Senayan, hari ini.
Dengan nama itu, lanjut Irman, terjadi banyak kerancuan sehingga mempengaruhi pengenalan masyarakat ke DPD. Usulan pergantian nama ini, lanjut Irman, sudah diparipurnakan DPD pada 5 April lalu. Hasilnya, nama lembaga disulkan berubah dari Senat dan anggotanya dijuluki senator. Irman menyatakan, nama senat sebenarnya sudah sering digunakan. Selama ini, media-media juga sering menyebut DPD sebagai senator. "Nama senat juga dipakai Presiden SBY saat kunjungan bersama ke Cile pada 2004," jelasnya.
Wakil Ketua DPR Priyo Budisantoso setuju jika Dewan Perwakilan Daerah diganti nama. Namun, pengubahan nama itu tidak bisa ujug-ujug. DPD harus memenuhi syarat sebelum berganti nama. "Syaratnya cuma 1, yaitu UUD-nya diubah dulu," kata Ketua DPP Golkar itu dalam diskusi di ruang pers DPR, hari ini.
Namun, untuk mengamandemen UUD bukanlah hal yang gampang. Kata Priyo, DPD harus bisa menyakinkan anggota DPR bahwa UUD memang pantas diubah. "Yakinkan semua anggota majelis untuk mengiyakan gagasan DPD," ujarnya.
Dari segi maqom, sambung Priyo, nama DPD sudah benar itu. Tapi secara psikologis, DPD sering dianggap lebih rendah, karena sering dikonotasikan hanya selevel partai di tingkat provinsi. "Kalau mau diubah, didengungkan saja. Terus gunakan istilah itu," tandasnya.
