Siapa Caleg 2024 untuk DPR-RI/ DPD-RI/ DPRD Prov. dan DPRD Kab./Kota-mu? Cek di sini...

Berita Anggota Parlemen

Kasus Montara Sebaiknya Dilanjutkan ke Arbitrase Internasional

sumber berita , 07-09-2011

Pemerintah diharapkan lebih proaktif dalam penyelesaian kasus tumpahan minyak di ladang Montara, Blok Atlas Barat, Laut Timor. Jika penyelesaian kasus dinilai berlarut-larut sebaiknya pemerintah membawa kasus yang terjadi pada tahun 2009 tersebut ke badan arbitrase internasional.

Menurut Sekjen PPP M Romahurmuziy, saat ini diperlukan bentuk koordinasi yang komprehensif antara pemerintah pusat dan daerah terutama dalam hal rekonsiliasi data dan bukti-bukti terkait kasus pencermaran yang telah merugikan negara. Terutama dampak negatif terhadap kehidupan masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT).

"Kita harus berkoordinasi dengan matang-matang terhadap kasus ini, nah kalau melihat kejadian sekarang ini kan seakan pemerintah lemah sekali koordinasinya," kata Romy sapaan akrabnya kepada Jurnalparlemen.com di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (7/9).

Pernyataan Romy yang juga pernah menjabat anggota Komisi VII tersebut menanggapi kembali molornya penandatanganan kesepakatan antara Indonesia dan Australia. Di mana perusahaan (PTTEP Australia) meminta waktu sekitar sepekan untuk kelengkapan hasil verifikasinya terkait dampak yang disebabkan pencermaran tersebut.

Lebih lanjut Romy mengungkapkan, pemerintah (KLH) harus melakukan konsolidasi data dengan pemerintah daerah (pemda ) NTT. Disamping pemda NTT juga harus melakukan rekonsiliasi data-data seoptimal mungkin. Selain itu, pihak yang berwenang di perbatasan, baik itu TNI ataupun kementerian terkait melakukan verifikasi terhadap batas laut yang kena dampak pencemaran.

Walau menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2009 pernah melansir, 29 hari pasca ledakan, tumpahan minyak menyebar ke arah barat, berada sekitar 110 km pesisir Namodale, Rote Ndao dan 121 Km Oetune, Kupang, NTT. Sedangkan Citra satelit Terra-MODIS pada 28 September 2009 mendeteksi tumpahan minyak kembali mendekati perairan Indonesia dengan jarak paling dekat, sekitar 47 km dari pesisir Rabe, Kupang dan 65 km dari Batuidu, Rute Ndao, NTT.

"Kalau kita memiliki sikap yang sama akan mudah untuk melangkah ke proses hukum selanjutnya. Namun pihak Kemenlu harus lebih pro aktif, jangan sampai karena ini menyangkut masalah ekonomi (perdata) justru keinginan melakukan tuntutan ganti rugi tidak terlalu kuat," ujarnya.

Ketika dikonfirmasi, apabila pemerintah telah melakukan berbagai langkah yang dimaksud namun belum juga ditemukan titik kesepakatan, Romy menegaskan salah satu jalan yang harus ditempuh yakni membawa kasus pencemaran di Blok West Atlas ini ke badan arbitrase internasional.

Hal senada juga diungkapkan anggota DPR FPKB Agus Sulistiyono, pemerintah harus proaktif segera menyelesaikan penandatanganan kesepakatan. Diharapkan pemerintah bisa tegas dengan sikapnya, termasuk terhadap angka tuntutan ganti rugi sebesar Rp 22 triliun kepada PTTEP dan pemerintah Australia yang telah diajukan sebelumya.

Alasannya, sesuai pasal 54 ayat (1) UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menegaskan setiap orang yang melakukan pencemaran dan atau perusahaan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup.

Sedangkan dalam pasal 11 Perpres No 109 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut dinyatakan setiap pemilik atau operator kapal, pimpinan tertinggi perusahaan minyak dan gas bumi atau penanggung jawab tertinggi kegiatan pengusahaan minyak lepas pantai, yang karena kegiatannya mengakibatkan terjadinya tumpahan minyak di laut, bertanggung jawab mutlak atas biaya.

"Jika dalam batas yang ada belum bisa direalisasikan tentu kami di Komisi VII segera melakuakn koordinasi, karena ini untuk kepentingan bangsa. Ini harus dilakukan pemerintah agar kita tidak dianggap remeh oleh siapapun," tegasnya.

Diposting 07-09-2011.

Mereka dalam berita ini...

DPR-RI 2009 Jawa Tengah VII
Partai: PPP

DPR-RI 2009 D. I. Yogyakarta
Partai: PKB