Anggota Komisi II DPR RI Malik Haramain mengkritik Dewan Kehormatan Penyelanggara Pemilu (DKPP) yang keputusan-keputusannya acapkali melampaui kewenangan sebagai lembaga yang mengawasi ranah etik penyelenggaraan pemilu.
Salah satu putusan DKPP yang dinilai menyalahi kewenangannya adalah saat menangani pengaduan pasangan Arief Wilsmansyah dan Sachrudin yang saat itu masih menjadi bakal calon walikota dan wakil wali kota Tangerang.
Saat menangani pengaduan sengketa proses pilkada Tangerang, DKPP menyatakan hak Sachrudin untuk menjadi calon wakil walikota harus dipulihkan. Padahal, sebelumnya KPUD Tangerang membatalkan pencalonan Sachrudin sebagai calon wali kota karena saat itu statusnya masih sebagai pegawai negeri sipil.
“Disini putusan yang dikeluarkan oleh DKPP seharusnya hanya bermain di ranah etik, berikut juga dengan sanksinya. Tidak boleh hingga menyentuh konten dan substansi pemilu,” katanya.
Sesuai peraturan bersama KPU, Bawaslu dan DKPP, khususnya yang tercantum dalam Bab IV, sanksi yang dikeluarkan lembaga pada ranah etik dapat berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara dan pemberhentian tetap anggota lembaga penyelenggara pemilu.
Malik juga menyebutkan pada pedoman DKPP dalam Undang-Undang Pemilu sudah sangat jelas dan tegas bahwa kewenangan DKPP hanya berada pada ranah etik.
Sementara untuk sengketa proses pilkada Tangerang, jika DKPP menemukan kejanggalan, seharusnya lembaga tersebut lebih mengarah kepada pelaksaanan penyelenggaraan pemilu yang dilakukan KPUD Tangerang. “Jika perlu pecat anggota KPUD-nya,” ujarnya.
Malik juga mengkritisi langkah tim Arief dan Sachrudin yang mengadukan masalah ini ke DKPP, karena menurutnya, seharusnya masalah ini diadukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Komisi II DPR, kata Malik, sering mengajak DKPP untuk berdiskusi bersama mengenai masalah ini, namun Ketua DKPP Jimly Asshiddique seringkali tidak memenuhi undangan dari parlemen. “Mungkin dia enggan duduk bersama bekas murid-muridnya di Komisi II,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan DKPP memang sering melampaui kewenangannya.
Refly menyebutkan seharusnya pembagian wewenang antara tiga lembaga penyelenggara pemilu yakni KPU, Bawaslu dan DKPP dipahami bersama dan menyeluruh, serta sosialisasi terhadap kewenangan ini harus digencarkan kepada masyarakat.
“Untuk sengketa pilkada, Bawaslu seharusnya dapat menangani sengketa itu, tapi Bawaslu seringkali tidak percaya diri. Jadi ada perasaan di lembaga lain untuk ‘menambal’ kinerja lembaga lainnya,” ujarnya.