KOMISI IV DPR sepakat melakukan advokasi atas dampak kegiatan pembuangan limbah tailing yang dilakukan PT Freeport Indonesia (PTFI) selama menjalankan operasinya. Upaya advokasi ini dilakukan setelah DPR menerima pengaduan dari DPRD Provinsi Papua dan wakil masyarakat Mimika yang telah dirugikan dari kegiatan pembuangan limbah.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi menuturkan, ada dua upaya advokasi yang dilakukan parlemen menyikapi aspirasi korban limbah tailing PTFI ini. Pertama, melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan mengundang para pihak, yakni PTFI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), para bupati dan gubernur di Papua serta unsur Pimpinan DPRD Provinsi Papua.
"Cuma kalau untuk kehadiran (wakil) masyarakat, silakan pintar-pintarnya DPRD untuk ajak masyarakatnya," kata Dedi saat memimpin RDPU dengan DPR Papua dan wakil masyarakat korban limbah tailing PTFI, di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (1/2) lewat keterangan yang diterima.
Kedua, sambung Dedi, pihaknya akan melakukan kunjungan kerja ke areal yang disebut-sebut sebagai sumber malapetaka bagi masyarakat Papua. Menurutnya, dengan kerja langsung ke lapangan yang dikeluhkan masyarakat, upaya advokasi dan pembelaan kepada masyarakat adat akan menjadi jauh lebih mudah.
"Kita bisa menunjukkan ke PTFI langsung ini dampak yang diakibatkan apabila itu memang dilakukan oleh PTFI," ujarnya.
Ia menambahkan, setiap potensi pelanggaran yang ditemukan di lapangan dapat langsung dipertanggung jawabkan, kemudian dilakukan evaluasi sebagai upaya pembenahan dalam pengelolaan tambang di Papua. "Semua yang ada di sini harus hadir terutama dari (anggota dewan) dapil Papua harus memimpin delegasi untuk membela rakyat Papua," tandas politisi Partai Golkar itu.
Sementara, Anggota DPRD Provinsi Papua John NR Gobay menambahkan, pihaknya telah menerima aspirasi dan keluhan yang cukup banyak dari masyarakat terhadap persoalan pengelolaan tambang oleh PTFI. Persoalan tersebut mulai dari pendangkalan yang terjadi di muara-muara sungai yang ada di dalam maupun di luar dari wilayah yang diijinkan untuk pembuangan tailing milik PTFI. Kondisi ini pula yang menyebabkan masyarakat di 3 distrik di Kabupaten Mimika yaitu Mimika Timur jauh, Jita dan Aglimuga mendapat dampak berat dari pembuangan limbah tersebut.
"Persoalan utama yang dihadapi, adalah hilangnya mata pencaharian masyarakat," jelasnya.
Menurutnya, saat ini sumber makanan masyarakat di TImika makin tergerus lantaran sungai yang menjadi tempat hidup mereka dalam mencari sagu dan berbagai sumber protein lainnya terganggu oleh adanya pembuangan tailing dari Freeport. Tidak hanya itu, banyak juga masyarakat terutama anak-anak yang mengalami sakit berat akibat lingkungan tempat hidup mereka sudah tercemar berat. "Beberapa pulau juga telah hilang karena tertutup endapan (tailing) dan lain-lainnya," tegasnya.
Di tempat yang sama, penggiat lingkungan dari Yayasan Lorentz Timika, Dolfina Kum menegaskan bahwa dirinya mewakili masyarakat adat 23 kampung di 3 distrik yakni Agimuga, Jita dan Manasari mendesak untuk dilakukan audit menyeluruh atas operasi PTFI di Papua. Mereka meminta agar penegakan hukum dilakukan dengan tegas serta pemulihan atas seluruh kerusakan lingkungan hidup baik warga di wilayah lingkar tambang dan wilayah pesisir Timika yang ada di tiga distrik.
"Mendesak pemerintah dan DPR segera memerintahkan kepada PTFI untuk mengganti seluruh kerugian yang dialami warga dan lingkungan hidup," tegasnya.
Sementara itu, anggota Komisi IV DPR Yohanis Fransiskus Lema meilai telah terjadi kemiskinan secara sistemik dan terstruktur sebagai dampak dari pembuangan limbah yang tidak memperhatikan lingkungan.