Datangi DPRD Bali, ABS Dukung Revisi UU KPK

Warta Bali, 23-09-2019

DPRD Bali didatangi puluhan peserta aksi demo yang mendukung revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (23/9/2019). Sebelumnya, DPRD Bali juga sempat didatangi aksi demo dari kelompok masyarakat yang menolak revisi UU KPK.

Aksi demo yang mengatasnamakan dirinya Aliansi Bhineka Sakti (ABS) diterima Wakil Ketua DPRD Bali Nyoman Suyasa, di Wantilan DPRD Bali. Suyasa didampingi sejumlah anggota DPRD Bali, diantaranta anggota Fraksi PDIP Nyoman Adnyana, Ngurah Purwa Arsana dan Made Rai Warsa.

ABS ini terdiri dari berbagai elemen masyarakat diantaranya, Patriot Garuda Nusantara (PGN), Emak-emak Jokowi, Forum Peduli NKRI, Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU) Kota Denpasar dan Badung.

Juru bicara aksi, Ricko Ardika Panjaitan, menyatakan, ABS mendukung revisi UU KPK. Pihaknya menyetujui hal tersebut karena DPR RI menganggap ada hal-hal yang perlu diatur lebih untuk perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) warga negara dan menyesuaikan dengan apa yang menjadi seharusnya.

Menurutnya, ada beberapa poin yang menjadi dasar dukungan terhadap revisi UU KPK. Pertama, perubahan (revisi) didasarkan dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017 dimana putusan tersebut memutuskan bahwa KPK merupakan lembaga negara di ranah eksekutif.

“Disampaikan pula oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indratio bahwa KPK termasuk dalam ranah kekuasaan eksekutif yang sering disebut lembaga pemerintah walaupun memiliki ciri independen dalam melakukan tugas dan wewenangnya,” bebernya didepan wakil rakyat Bali.

Terkait permohonan izin penyadapan, penyitaan dan penggeledahan kepada dewan pengawas, lanjut Rico dianggap sebagai terobosan hukum. Menurutnya tanpa ada pengawasan dinilai rentan penyalahgunaan wewenang aparat dalam melakukan penyadapan.

Rico mencontohkan, walaupun hingga kini masih diperdebatkan, langkah mantan Ketua KPK Antasari Azhar meminta aparatnya menyadap telepon seluler Nasrudin Zulkarnaen. Permintaan tersebut diduga demi kepentingan pribadi Antasari. Sebagian kalangan berteori, Antasari menyadap Nasrudin karena keduanya memang sedang berseteru. Ekstrimnya, bahkan ada yang menghubungkan penyadapan itu dengan rencana pembunuhan Nasrudin,” katanya.

Ketiga, seorang penyidik dan penyelidik haruslah orang-orang yang telah memegang lisensi sebagai penyidik dan penyelidik. Dimana, KUHP memandatkan wewenang penyelidik dan penyidik kepada kepolisian dan Penuntut Umum (Jaksa). Tetapi untuk mengakomodir kepentingan dari KPK maka diberi wewenang yaitu bekerjasama dalam perekrutannya dengan standarisasi yang telah ditentukan.

Terakhir, terkait wewenang penghentian penyidikan dan penuntutan secara aturan harus melihat secara holistik. “Dalam UU KPK yang baru, dalam penghentian tersebut disyaratkan yaitu harus disertai alasan dan bukti yang cukup,” katanya.

Sementara Wakil Ketua DPRD Bali Nyoman Suyasa menegaskan, DPRD Bali selalu mendukung upaya terhadap pemberantasan korupsi di republik ini. Politisi Gerindra ini menyebutkan, selain aspirasi masyarakat yang mendukung revisi, sebelumnya DPRD Bali juga didatangi masyarakat yang menyampaikan aspirasinya yakni menolak adanya revisi UU KPK.

Menurut Suyasa pro dan kontra ini selalu ada. Namun, pada intinya DPRD Bali mempunyai semangat yang sama dengan temen-temen yang datang hari ini. Semangatnya bahwa, korupsi itu harus diberantas sampai keakar-akarnya, tidak boleh ada toleransi kepada korupsi.

Suyasa menambahkan sikap DPRD Bali sendiri, sejak awal komit mendukung KPK. Begitu juga dengan adanya Revisi UU. “DPRD Bali punya sikap yang jelas, mendukung Revisi UU KPK ini sepanjang revisi itu dalam koridor penguatan, bukan melemahkan, ”tegasnya.

Hal yang sama disampaikan anggota Fraksi PDIP Nyoman Adnyana. Politisi PDIP asal Kintamani Bangli ini mengatakan, DPRD Bali akan tegas menolak jika memang revisi dilakukan untuk pelemahan. Sebaliknya DPRD Bali tidak akan pernah mendukung kalau aturan UU itu melemahkan keberadaan KPK.

Sementara keberadaan pengawas, pihaknya juga setuju agar keberadaan KPK tidak menjadi liar karena keberadaan KPK masuk dalam sistem eksekutif. Sebab, sistem yang dianut negara kita adalah sistem Presidential, perlu ada Check and Balancing antara institusi dengan lembaga serta alat-alat negara.

Adnyana menyebutkan, yang menjadi masalah saat ini adalah adanya diksi yang terbangun di masyarakat soal isu pelemahan dan penguatan lewat pola-pola yang terbangun mengomentari secara berlebihan. Sementara tidak dipahami secara utuh isi dari UU tersebut.

”Isu-Isu itulah yang membuat pikiran kita agak kacau. Seharusnya sebagai warga negara yang baik harus cermat dan cerdas. Kita dukung menolak pelemahan KPK dan kita juga mendukung penguatan KPK. Pada intinya, kita di dewan mendukung pelenyapan tindak korupsi dimuka bumi ini,” tegasnya.

Terakhir, sejatinya persoalan revisi UU adalah hal yang wajar sehingga tak digiring ataupun dibesar-besarkan. Keberadaan UU memang diperbolehkan adanya revisi. Berbeda halnya dengan kitab suci yang tidak boleh diubah. “Hemat kami, tidak ada yang istimewa dan luar biasa, kalau suatu UU direvisi. Yang tidak boleh direvisi barangkali hanya satu yaitu Kitab Suci. UUD saja sudah diamandemen lima kali,” tegasnya.

Pihaknya berharap, setelah adanya penetapan Pimpinan Dewan Definitif, DPRD Bali akan menyampaikan seluruh aspirasi yang masuk ke DPRD Bali, baik pro maupun kontra ke Pemerintah Pusat melalui Mendagri dan DPR RI.

Diposting 24-09-2019.

Mereka dalam berita ini...

I Made Rai Warsa

Anggota DPRD Provinsi Bali 2019-2024
Bali 9

I Nyoman Purwa Ngurah Arsana

Anggota DPRD Provinsi Bali 2019-2024
Bali 7

I Nyoman Adnyana

Anggota DPRD Provinsi Bali 2019-2024
Bali 6

I Nyoman Suyasa

Anggota DPRD Provinsi Bali 2019-2024
Bali 7