Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar mendapat sorotan DPR. Anggota Komisi III Fraksi PKS Nasir Djamil mengatakan Undang-Undang MK yang mengatur rekrutmen hakim-hakim harus direvisi.
"Menurut saya ke depan perubahan UU MK dilakukan terutama rekrutmen hakim-hakim MK dari tiga institusi DPR, MA dan Presiden," kata Nasir di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (26/1).
Menurut Nasir, revisi ini dilakukan guna menghadirkan hakim-hakim MK yang berintegritas sehingga kasus serupa tidak terjadi lagi. Masalah transparansi rekrutmen hakim-hakim MK juga perlu ditingkatkan. Sejauh ini, pola rekrutmen dan identitas calon hakim MK dinilai kurang transparan.
"Saya pikir DPR dan pemerintah harus mengambil inisiatif ini sehingga ke depan integritas daripada hakim MK benar-benar sudah teruji sehingga tidak lagi ada kasus-kasus seperti ini," terangnya.
Nasir berujar, partisipasi publik dalam memilih para calon hakim MK sangat diperlukan. Sebab, institusi negara yang melibatkan peran publik hanya DPR. Menurutnya, publik perlu tahu calon-calon hakim yang akan bertugas di lembaga yudikatif tersebut.
"Selama ini yang transparan melibatkan partisipasi publik itu DPR. MA tidak ada yang tahu tiba-tiba ada calon hakim MK dari MA ditempatkan di MK," tegas Nasir.
Apalagi, kata Nasir, syarat bagi para calon hakim MK tergolong cukup berat dan tidak dimiliki pejabat-pejabat lain yakni harus seorang negarawan.
"Karena mereka punya syarat yang tidak bisa dimiliki oleh pejabat-pejabat tinggi lainnya yaitu negarawan," pungkasnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di kawasan Taman Sari, Jakarta Barat, pada Rabu kemarin. Dalam OTT itu turut diciduk seorang Hakim Mahkamah Konstitusi berinisial PA.
Informasi yang didapat dari sumber merdeka.com, Kamis (26/1), hakim konstitusi PA diciduk karena menerima suap dari pihak swasta terkait uji materi Undang-Undang soal impor. Bahkan disebut-sebut, yang bersangkutan sudah menerima Rp 2 miliar, dari yang dijanjikan Rp 5 miliar.
Ketua KPK, Agus Rahardjo membenarkan adanya penangkapan tersebut. Namun penjelasan lengkap soal OTT baru disampaikan siang nanti.
"Benar, ada OTT yang dilakukan KPK di Jakarta. Perkembangan lebih lanjut akan kami sampaikan pada hari ini," kata Agus saat dikonfirmasi terpisah.