PARTAI Persatuan Pembangunan (PPP) mengusulkan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 30%.
Menurut Ketua Umum DPP PPP M Romahurmuziy, tingginya presidential threshold akan memberikan dampak positif bagi roda pemerintahan.
Penegasan itu disampaikan Romi sesaat setelah dirinya menghadiri acara pelantikan Pengurus Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PPP se-Sumatra Barat di Asrama Haji Kota Padang, kemarin sore.
"Tingginya ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden bertujuan untuk memudahkan kepala dan wakil kepala negara bekerja karena mendapat dukungan kuat dari partai politik di parlemen," ujar Romi kepada wartawan.
Ia menambahkan, tingginya ambang batas juga diperlukan agar tidak terjadi cakar-cakaran di internal partai pendukung pemerintahan.
Menurut dia, kemunculan mendadak partai politik yang tidak ikut berkeringat saat pemilu presiden akan berdampak negatif.
"(Tingginya presidential threshold) agar tidak kemudian terjadi seperti yang kita alami kemarin. Partai-partai politik kemudian berganti orientasi dan pergantian orientasinya memakan pertikaian di internal partai politik," cetus dia.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu, 18 Januari lalu, muncul pendapat bahwa presidential threshold hanya akan menghasilkan pemerintahan yang tersandera oleh DPR.
Ketentuan itu sebaiknya dihapuskan agar sejalan dengan semangat penguatan sistem presidensial.
Koordinator Kelompok Peneliti Perkembangan Politik Nasional LIPI Syamsuddin Haris yang hadir di acara itu menambahkan, pencapresan seharusnya tidak didasarkan pada hasil pemilu legislatif.
Menurutnya, akan lebih adil bila yang mengajukan capres ialah parpol yang punya kursi di DPR.
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengutarakan dirinya akan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) bila aturan tersebut masuk RUU Penyelenggaraan Pemilu.
Ia menegaskan penghapusan ambang batas presiden itu ialah pesan putusan MK beberapa waktu lalu.
Keputusan gelaran pemilu serentak memiliki makna bahwa tidak ada lagi pijakan ambang batas presiden karena pemilu legislatif yang dulu jadi dasar penentuan ambang batas presidensial itu diselenggarakan bersamaan dengan pilpres.
"Karena pemilu legislatif dan presiden serentak, presidential threshold itu kehilangan relevansi," tegasnya.