Mantan anggota DPR RI Damayanti Wisnu Putranti kembali jalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (13/7/2016).
Dalam sidang dengan agenda pemeriksaan saksi ini, terdakwa kasus dugaan suap untuk memuluskan program pembangunan Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX agar masuk dalam 'program aspirasi' di Komisi V DPR RI agar masuk dalam RAPBN tahun 2016 ini, membeberkan sejumlah hal.
Salah satunya adalah, Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemy Francis sebagai pihak yang mengatur besaran fee program aspirasi proyek jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen-PUPR).
Politikus PDI Perjuangan itu bahkan menyebutkan, pembahasan fee dari program aspirasi jalan di Maluku yang diperuntukan PT Windhu Tunggal Utama (WTU) dilakukan dalam rapat setengah kamar.
"Iya dia yang menentukan (besaran nilai program aspirasi sekaligus fee-nya). Itu Dibahas pada rapat setengah kamar. saya engga ikut rapatnya," kata Damayanti di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (13/7/2016).
Namun, ia mengaku tidak mengetahui berapa besaran fee yang akan diterima ketua Komisi V jika PT WTU mengerjakan proyek tersebut.
Yang pasti, besarannya pernah disebut dalam sidang terdakwa Abdul Khoir, Direktur Utama PT WTU.
"Menurut kesaksian Pak (Taufik Widjoyono), Sekjen (Kementerian PUPR) sama Pak Hasan kemarin sih begitu," kata Damayanti.
Dalam kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Damayanti dan dua stafnya sebagai tersangka.
KPK juga menetapkan Budi Supriyanto, Amran dan seorang anggota Komisi V DPR, Andi Taufan Tiro, sebagai tersangka.
Diduga, Abdul Khoir selaku pimpinan perusahaan kontraktor memberikan sejumlah uang kepada Amran dan sejumlah anggota Komisi V DPR.
Pemberian tersebut bertujuan agar proyek pembangunan jalan yang diusulkan anggota dewan di Maluku dan Maluku Utara dapat dikerjakan oleh perusahaan Abdul Khoir.
Akibat perbuatannya, JPU KPK menilai Damayanti melanggar Pasal 12 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.