Siapa Caleg 2024 untuk DPR-RI/ DPD-RI/ DPRD Prov. dan DPRD Kab./Kota-mu? Cek di sini...

Berita Anggota Parlemen

Kilang LNG Masela di Darat

 Rencana pemerintah mengembangkan Blok Masela dengan kilang LNG di darat yang mengembangkan daerah dan memberikan multiplier effect besar mendapat dukungan berbagai kalangan. Selain gas bisa digunakan untuk membangun industri pupuk, petrokimia hulu, dan aneka turunannya, daerah itu akan berkembang menjadi kota maju seperti Bontang di Kaltim. Proyek ini harus cepat dikerjakan agar masyarakat sekitar dan negara segera mendapatkan manfaat.

"Pengembangan Blok Masela dengan pembangunan kilang LNG di darat akan jauh lebih besar memberi manfaat bagi negara dan memakmurkan rakyat. Gas ini dapat digunakan di dalam negeri untuk membangun industri petrokimia dan pupuk, serta menumbuhkembangkan aneka industri yang lain. Perumahan juga tumbuh pesat karena pekerja membawa keluarga ke sana, muncul pusat-pusat perbelanjaan, hotel, dan sebagainya. Kalau negara harus mendanai pengembangan wilayah seperti ini, biayanya jauh lebih besar ketimbang hasil menjual LNG," ujar anggota Komisi XI DPR dan mantan Kepala BP Migas Kardaya Warnika kepada Investor Daily di Jakarta, Selasa (23/2). Komisi XI ini membidangi antara lain perencanaan pembangunan nasional dan keuangan.

Hal tersebut dikatakan Kardaya menyusul keterangan Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli bahwa pemerintah akan mengembangkan Blok Masela dengan membangun kilang LNG di darat. Berdasarkan kajian Kementerian Koordinator Maritim dan Sumber Daya, biaya pengembangan ladang gas Masela dengan pembangunan kilang darat (onshore) sekitar US$ 16 miliar. Sedangkan jika dibangun kilang apung di laut (offshore), biayanya mencapai US$ 22 miliar. Dengan demikian, kilang di darat US$ 6 miliar lebih murah dibandingkan dengan kilang di laut.

Rizal Ramli menjelaskan, seandainya pembangunan kilang dilaksanakan di laut, maka Indonesia hanya akan menerima pemasukan US$ 2,52 miliar per tahun dari penjualan LNG. Angka itu pun diperoleh dengan asumsi harga minyak mencapai US$ 60 per barel. Sebaliknya dengan membangun kilang di darat, gas LNG itu sebagian bisa dimanfaatkan untuk industri pupuk dan petrokimia. Dengan cara ini, negara bisa memperoleh pemasukan mencapai US$ 6,5 miliar per tahun.

Perkiraan biaya yang dikemukakan Kementerian Koordinator Maritim dan Sumber Daya itu sangat berbeda dengan perkiraan biaya dari Inpex dan Shell, yang merupakan perusahaan kontraktor kerja sama pengelolaan Blok Masela. Mereka menyatakan, biaya pembangunan kilang offshore hanya US$ 14,8 miliar, sedangkan pembangunan kilang di darat mencapai US$ 19,3 miliar.

“Inpex dan Shell itu telah membesar-besarkan biaya pembangunan kilang di darat. Sebaliknya, mereka mengecilkan biaya pembangunan di laut. Untuk memastikan kebenarannya, kami tantang mereka. Jika ternyata biaya pembangunan di laut membengkak melebihi US$ 14,8 miliar, maka Inpex dan Shell harus bertanggung jawab membiayai kelebihannya, tidak boleh lagi dibebankan kepada cost recovery. Faktanya, Inpex tidak berani. Ini menunjukkan mereka sendiri tidak yakin dengan perkiraan biaya yang mereka buat,” papar Rizal Ramli dalam rilis yang diterima Investor Daily di Jakarta, kemarin.

Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Gerindra Ramson Siagian mengatakan, pengembangan Blok Masela harus segera memberi manfaat, baik untuk masyarakat sekitar maupun Indonesia secara keseluruhan. Ia mendesak pemerintah untuk segera menentukan nasib pengembangan Lapangan Gas Abadi Blok Masela di Laut Arafura, Maluku.

“Jadi, proyek segera harus jalan. Yang dibutuhkan negara dan masyarakat sekitar itu adalah menambah penerimaan negara dan daerah, serta mendukung pergerakan ekonomi,” kata dia kepada Investor Daily di Jakarta, Selasa (23/2).

Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Dito Ganinduto juga meminta pemerintah segera memberikan keputusan yang pasti soal pengembangan Blok Masela, agar memberikan sentimen positif bagi iklim investasi. Proyek dengan teknologi dan investasi yang besar dan sudah berjalan cukup jauh seperti Masela seharusnya tidak boleh tertunda.

“Jangan ditunda lagi. Semakin lama proyek Masela ditunda, maka akan menimbulkan dampak buruk bagi iklim investasi migas. Apalagi, saat ini, pengembangan gas Indonesia Deep Water (IDD) yang dikelola Chevron juga batal. Jangan sampai nasib Masela seperti IDD, karena jika lama kepastiannya, investor bakal makin ragu," ujar Dito saat dihubungi Investor Daily, Jakarta, Selasa (23/2) malam.

Johan Budi SP, staf khusus presiden, mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo mengkaji berbagai aspek terkait pengembangan Blok Masela tersebut. "Perhatian utama Presiden adalah bagaimana masyarakat Maluku Selatan dan Maluku keseluruhan memperoleh manfaat secara maksimal dari keberadaan proyek gas Masela. Selain itu, tentu yang memberi manfaat maksimal bagi negara," kata Johan di Jakarta, Selasa (23/2).

Ia mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum memutuskan metode pembangunan Blok Masela, apakah menggunakan skenario offshore atau onshore. Keputusan ini harus dibuat dengan sangat hati-hati.

Sementara itu, hingga berita ini diturunkan kemarin malam, Ketua DPR Ade Komarudin tidak menjawab telepon maupun short message service (SMS) yang dikirim Investor Daily.

Di Australia, Biaya Bengkak
Rizal Ramli mengatakan, pembangunan kilang LNG di laut lebih mahal dan masih berpotensi membengkak. "Pengalaman pembangunan kilang offshore di Prelude, Australia, mengalami keterlambatan dan pembengkakan biaya cukup besar. Prelude telah menghabiskan biaya $ 12,6 miliar. Padahal, kapasitasnya hanya 3,6 juta ton per tahun, 48% dari kapasitas Masela yang mencapai 7,5 juta ton per tahun," kata mantan menko perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid ini.

Terkait pemanfaatan sumber daya alam (SDA) untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, lanjut dia, Presiden Jokowi berkali-kali menegaskan bahwa Lapangan Gas Abadi Blok Masela tidak sekadar penghasil devisa. Pengembangan blok ini juga harus menjadi motor percepatan pembangunan ekonomi Maluku dan kawasan timur Indonesia. Dalam berbagai kesempatan, Presiden juga selalu menyatakan ingin melaksanakan konstitusi dengan konsekuen.

“Inilah yang menjelaskan mengapa Presiden menginginkan pembangunan kilang Masela di darat. Beliau sangat memperhatikan manfaatnya dan multiplier effect-nya yang jauh lebih besar dibandingkan jika kilang dibangun di laut. Dengan pembangunan kilang di darat, akan lahir industri pupuk dan petrokimia. Kita bisa mengembangkan 'Kota Balikpapan' baru di Pulau Selaru yang berjarak 90 km dari Blok Masela,” ungkap Rizal Ramli.

Oleh karena itu, Rizal Ramli menyatakan, pemerintah Indonesia akan mengembangkan lapangan abadi Blok Masela dengan skenario pembangunan kilang LNG di darat. Keputusan itu diambil setelah dilakukan pembahasan secara menyeluruh, hati-hati, dan memperhatikan masukan dari banyak pihak. Dukungan agar proyek Masela memberikan manfaat optimal bagi negara dan masyarakat juga diberikan oleh ketua MPR, DPD, dan anggota BPK.

"Pertimbangan utamanya, pemerintah sangat memperhatikan multiplier effect serta percepatan pembangunan ekonomi Maluku khususnya, dan Indonesia timur pada umumnya. Apalagi, banyak tokoh masyarakat dan rakyat Maluku yang menginginkan agar kilang Masela dibangun di darat untuk mempercepat pembangunan Maluku,” imbuhnya.

Cadangan 70 Tahun
Rizal juga menilai kekhawatiran Inpex akan keluar dari proyek pengembangan Blok Masela sangat berlebihan. Pasalnya, Inpex sudah menghabiskan waktu bertahun-tahun dan investasi sekitar US$ 2 miliar. Perusahaan itu tidak akan meninggalkan Blok Masela yang memiliki cadangan lebih dari 20 trillion cubic feet (tcf). Dengan asumsi produksi 1,2 juta kaki kubik per hari, maka cadangan bisa dimanfaatkan sampai 70 tahun.

Itulah sebabnya, Inpex yang merupakan perusahaan minyak dari Jepang ini diyakini tidak akan keluar dari proyek tersebut. Namun demikian, jika Inpex benar-benar keluar, maka banyak investor dari negara lain yang sangat berminat meneruskannya.

“Pemerintah Indonesia sangat menghargai hubungan strategis dan jangka panjang dengan Jepang. Kita juga memahami kebutuhan Jepang akan sumber energi berjangka panjang yang reliable. Kita percaya Inpex akan sangat berkepentingan dengan pembangunan kilang di darat yang jauh lebih murah, serta menguntungkan Indonesia dan Jepang,” kata Rizal Ramli.

Johan Budi SP mengatakan, Presiden masih mengkaji berbagai aspek terkait pengembangan Blok Masela, mengingat besaran skala dan kompleksitas proyek migas itu. Sebelum memutuskan skenario pembangunan proyek tersebut, Presiden Jokowi harus terlebih dulu mempertimbangkan banyak aspek, baik dari sisi komersial, teknis, sosial, kultur, hingga ekonomi dan pengembangan kawasan setempat. Selain itu, Presiden akan bertemu investor yang akan mengembangkan kawasan ini.

Ketua DPD Irman Gusman menilai, di tengah kondisi global serta bisnis minyak dan gas yang tengah lesu, pemerintah pusat harus mengeluarkan kebijakan yang lebih friendly terhadap investor. “Masalah Masela ini sudah berlangsung lama. Jadi pemerintah, dalam hal ini Presiden sebagai kepala negara, harus segera mengeluarkan putusan supaya Masela bisa segera dikembangkan,” kata Irman kepada Investor Daily.

Sedangkan Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Energi dan Migas Bobby Gafur Umar mengatakan, pemerintah perlu memperhatikan penggunaan kandungan dalam negeri yang besar dalam pengembangan Blok Masela. "Kompleksitas proyek Blok Masela sangat tinggi. Nasib pengembangan Blok Masela ini diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah," tuturnya.

Diposting 24-02-2016.

Dia dalam berita ini...

Ramson Siagian

Anggota DPR-RI 2014
Jawa Tengah X