DPR Minta Pemerintah Turunkan Harga Gas

sumber berita , 07-10-2015

Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Dito Ganinduto meminta pemerintah menurunkan harga gas bumi untuk meningkatkan daya saing industri nasional.

“Saat ini, harga gas di Indonesia, ja­uh lebih tinggi dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Singa­pura,” katanya di Jakarta, Selasa (6/10).

Menurut dia, penurunan harga gas tersebut bisa menjadi menjadi satu rang­kaian rencana penurunan harga BBM dan listrik sebagai bagian paket kebijakan ekonomi jilid ketiga yang akan dirilis pemerintah pada Kamis (8/10).

“Di tengah kondisi perekonomian se­perti ini, pemerintah mesti mem­bantu industri melalui penurunan har­ga energi, sehingga industri tidak ko­laps dan menimbulkan gelombang PHK,” ujarnya.

Ia mengatakan, harga gas di Indonesia saat ini bervariasi antara delapan hingga di atas 10 dolar AS per MM­BTU.

Sementara, harga gas bumi di Malay­sia hanya sekitar 4,5 dolar per MMBTU dan Singapura 3,8 dolar per MMBTU.

“Ini jelas membuat industri tidak bisa bersaing di pasar,” ucapnya.

Dito melanjutkan, penurunan harga gas tersebut bisa dilakukan dengan sejumlah upaya antara lain menu­run­kan bagian (split) bagi hasil negara di hu­lu migas.

Menurut dia, dalam jangka pendek, penurunan “split” itu memang ber­dampak pada penurunan penerimaan negara.

“Namun, dampak jangka panjang yang didapat jauh lebih besar dengan semakin bergeraknya dunia usaha,” ujarnya.

Bergeraknya dunia usaha akan me­ningkatkan pertumbuhan ekonomi yang otomatis menciptakan lapangan pekerjaan.

“Jadi, pemerintah jangan hanya me­lihat dari sisi jangka pendeknya saja, tapi dalam jangka panjang, penurunan harga gas akan memberikan manfaat lebih besar,” tukasnya.

Selain “split”, tambah Dito, upaya lain menurunkan harga gas adalah mem­bentuk badan penyangga (aggre­gator) gas.

“Melalui pembentukan badan pe­nyangga tersebut harga gas akan lebih murah,” imbuhnya.

Badan penyangga tersebut bisa di­lakukan dua BUMN yakni PT Perta­mina (Persero) dan PT PGN Tbk yang dibagi berdasarkan wilayah.

Misalkan, Pertamina mendapat ba­gian di sebagian wilayah barat, lalu te­ngah dan timur. Sementara, PGN di sebagian wilayah barat.

“Peran Pertamina sebagai ‘aggre­gator’ ini harus lebih dominan karena me­rupakan BUMN yang 100 persen­nya dimiliki negara, sementara seba­gian saham PGN merupakan milik asing,” tuturnya.

Ke depan, lanjutnya, perlunya pe­nyatuan antara Pertamina dan PGN, se­hingga hanya ada satu badan pe­nyang­ga.

Upaya lain menekan harga gas, me­nurut dia, adalah pemerintah mesti meng­hapus peran pedagang (trader) gas yang hanya menambah rantai pa­sokan dan membuat harga gas menjadi lebih mahal.

Dito meyakini, dengan upaya-upa­ya tersebut, harga gas bisa ditekan hing­ga ke 5-6 dolar per MMBTU.

“Ditambah lagi, pemerintah mesti me­ngalokasikan sebesar-besarnya pro­duksi gas dalam negeri bagi ke­pentingan domestik,” katanya.

Menurut dia, dengan harga gas le­bih murah, maka industri pemanfaat gas mulai dari pabrik pupuk, petro­kimia, pembangkit listrik, dan lain­nya seperti keramik dan kaca, akan ber­kembang dan menyum­bangkan man­faat bagi negara lebih besar lagi.

Diposting 07-10-2015.

Dia dalam berita ini...

Dito GaninDuto

Anggota DPR-RI 2014
Jawa Tengah VIII