Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Dito Ganinduto meminta pemerintah menurunkan harga gas bumi untuk meningkatkan daya saing industri nasional.
“Saat ini, harga gas di Indonesia, jauh lebih tinggi dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura,” katanya di Jakarta, Selasa (6/10).
Menurut dia, penurunan harga gas tersebut bisa menjadi menjadi satu rangkaian rencana penurunan harga BBM dan listrik sebagai bagian paket kebijakan ekonomi jilid ketiga yang akan dirilis pemerintah pada Kamis (8/10).
“Di tengah kondisi perekonomian seperti ini, pemerintah mesti membantu industri melalui penurunan harga energi, sehingga industri tidak kolaps dan menimbulkan gelombang PHK,” ujarnya.
Ia mengatakan, harga gas di Indonesia saat ini bervariasi antara delapan hingga di atas 10 dolar AS per MMBTU.
Sementara, harga gas bumi di Malaysia hanya sekitar 4,5 dolar per MMBTU dan Singapura 3,8 dolar per MMBTU.
“Ini jelas membuat industri tidak bisa bersaing di pasar,” ucapnya.
Dito melanjutkan, penurunan harga gas tersebut bisa dilakukan dengan sejumlah upaya antara lain menurunkan bagian (split) bagi hasil negara di hulu migas.
Menurut dia, dalam jangka pendek, penurunan “split” itu memang berdampak pada penurunan penerimaan negara.
“Namun, dampak jangka panjang yang didapat jauh lebih besar dengan semakin bergeraknya dunia usaha,” ujarnya.
Bergeraknya dunia usaha akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang otomatis menciptakan lapangan pekerjaan.
“Jadi, pemerintah jangan hanya melihat dari sisi jangka pendeknya saja, tapi dalam jangka panjang, penurunan harga gas akan memberikan manfaat lebih besar,” tukasnya.
Selain “split”, tambah Dito, upaya lain menurunkan harga gas adalah membentuk badan penyangga (aggregator) gas.
“Melalui pembentukan badan penyangga tersebut harga gas akan lebih murah,” imbuhnya.
Badan penyangga tersebut bisa dilakukan dua BUMN yakni PT Pertamina (Persero) dan PT PGN Tbk yang dibagi berdasarkan wilayah.
Misalkan, Pertamina mendapat bagian di sebagian wilayah barat, lalu tengah dan timur. Sementara, PGN di sebagian wilayah barat.
“Peran Pertamina sebagai ‘aggregator’ ini harus lebih dominan karena merupakan BUMN yang 100 persennya dimiliki negara, sementara sebagian saham PGN merupakan milik asing,” tuturnya.
Ke depan, lanjutnya, perlunya penyatuan antara Pertamina dan PGN, sehingga hanya ada satu badan penyangga.
Upaya lain menekan harga gas, menurut dia, adalah pemerintah mesti menghapus peran pedagang (trader) gas yang hanya menambah rantai pasokan dan membuat harga gas menjadi lebih mahal.
Dito meyakini, dengan upaya-upaya tersebut, harga gas bisa ditekan hingga ke 5-6 dolar per MMBTU.
“Ditambah lagi, pemerintah mesti mengalokasikan sebesar-besarnya produksi gas dalam negeri bagi kepentingan domestik,” katanya.
Menurut dia, dengan harga gas lebih murah, maka industri pemanfaat gas mulai dari pabrik pupuk, petrokimia, pembangkit listrik, dan lainnya seperti keramik dan kaca, akan berkembang dan menyumbangkan manfaat bagi negara lebih besar lagi.