Setiap gedung fasilitas umum di Kota Bandung akan diwajibkan memiliki fire management (petugas pemadam api). Keberadaan petugas pemadam api di dalam gedung diharapkan akan meningkatkan kualitas jaminan keamanan terhadap pengunjung dan atau penghuni gedung.
Gedung fasilitas umum yang diwajibkan mempunyai petugas pemadam api diantaranya apartemen, pusat perbelanjaan, hotel, dan rumah sakit. Apabila aspek keselamatan tersebut tidak dipenuhi, maka Pemerintah Kota Bandung pun akan menjatuhkan sanksi sesuai aturan yang akan dituangkan dalam perda mengenai bangunan gedung.
Saat ini pembahasan perda sudah 95%. Perda itu nanti diantaranya akan mengatur mengenai aspek keamanan di dalam gedung fasilitas umum. Salah satunya, pengelola diwajibkan menyediakan fire management. Kalau syarat itu tidak dipenuhi, maka akan ada sanksi untuk pengelola, ungkap Wakil ketua panitia khusus (pansus) III DPRD Kota Bandung Riantono saat dihubungi, Kamis (13/5).
Bentuk sanksi bagi pelanggar perda, paparnya, hingga saat ini masih pada tahap pembahasan di pansus. Namun menurutnya, sanksi yang dapat dijatuhkan kepada pelanggar perda (pengelola gedung) akan berupa sanksi denda dan sanksi pidana. Jaminan keselamatan merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi pengelola gedung-gedung fasilitas umum.
ôDengan adanya petugas fire management di dalam gedung yang disediakan pengelola gedung, diharapkan bisa menekan angka korban dan kerugian akibat bencana kebakaran. Jadi tidak hanya mengandalkan petugas dari Dinas Pemadam Kebakaran saja. Sebelum petugas datang, mereka sudah dapat melakukan upaya pemadaman api, katanya.
Selain petugas pemadam kebakaran sebagai pemenuhan aspek keselamatan terhadap bencana, imbuh Riantono, perda juga mengatur mengenai pemenuhan aspek kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bangunan gedung. Setiap gedung diwajibkan menyediakan sarana dan prasarana yang memberikan kenyamanan bagi pengunjunnya serta memberikan kemudahan akses bagi para pengunjung.
Perda juga akan mengatur mengenai aspek arsitektur bangunan. Sesuai dengan peraturan menteri, bangunan resmi milik pemerintah nantinya diimbau untuk menggunakan arsitektur kedaerahan. Sedangkan untuk bangunan milik individu, dalam perda akan diatur mengenai imbauan untuk mempertimbangkan arsitektur bangunan di sekitarnya, jelasnya.
Misalnya, lanjut Riantono, seorang warga akan mendirikan bangunan baru di kawasan yang sudah sangat identik dengan bangunan arsitektur Belanda. Maka diharapkan, bangunan baru tersebut juga dibangun dengan arsitektur Belanda. Tapi ini sifatnya hanya mempertimbangkan, kami tidak bisa mewajibkan, karena itu juga hak masing-masing, katanya.
Terkait penggunaan bangunan untuk fungsi ganda yakni rumah tinggal dan niaga, Riantono menyatakan hal tersebut diperbolehkan apabila sesuai dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Bandung. Bangunan rumah tinggal memiliki batasan maksimal ruang yang diizinkan untuk niaga. Batasan tersebut tidak diatur dalam perda bangunan gedung melainkan dalam perda RTRW.