Dukung !!! RUU Penghapusan Kekerasan Seksual disahkan Menjadi Undang-Undang

Setiap hari ada 35 perempuan Indonesia mengalami kekerasan seksual, artinya kira-kira setiap dua jam terjadi tiga kekerasan seksual, Kami melihat kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan luar biasa banyaknya,” ungkap Masruchah, Komisioner Komnas Perempuan pada pembukaan diskusi Kaukus Parlemen DPD RI dengan Komnas Perempuan membahas RUU Kekerasan Seksual di Ruang Rapat Gedung B DPD RI, Senayan-Jakarta, Rabu (08/07/2015).

 

Anna Latuconsina, anggota DPD RI yang konsen terhadap kasus kekerasan seksual yang juga menjadi Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2PT2A) di Maluku. Sebagai anggota DPD RI, Anna merasa penting untuk membuka jaringan terhadap organisasi masyarakat (ormas) perempuan di seluruh Indonesia untuk konsolidasi dan koordinasi mengenai perlindungan terhadap kekerasan perempuan.

 

“Kami sangat konsen terhadap kekerasan pada anak, data-data yang ada di masyakarat menjadi gunung es. Kita perlu konsolidasi, koordinasi untuk perlindungan dan menggolkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini,” ujar Anna, Senator asal Maluku itu. “Kami siap membantu ormas-ormas perempuan untuk perlindungan terhadap kekerasan seksual dengan ikut mensosialisasikan program kerja organisasi perempuan di pusat sampai dengan daerah.”

 

Anna mengatakan sampai saat ini belum ada regulasi/perlindungan negara terhadap kekerasan seksual, sedangkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tidak masuk dalam list prolegnas tahun 2015 bahkan pada long list legislasi. “Kami mendorong dan mendukung terhadap RUU ini, semoga RUU ini bisa diadvokasi sehingga masuk kedalam list prolegnas,” tukas Anna.

 

Komnas Perempuan memandang kekerasan terhadap perempuan adalah perwujudan ketimpangan historis dalam hubungan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan dan merupakan hambatan yang bersifat struktural bagi tercapainya keadilan sosial, perdamaian dan pengembangan diri yang berkelanjutan. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sudah ada sejak lama, walaupun tiap zaman memunculkan kekhasannya sendiri-sendiri mengikuti kondisi sosial, politik, ekonomi dan budaya yang berlaku.           

 

Irawati Harsono salah satu Komisioner Komnas Perempuan mengatakan mengapa RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dibutuhkan? Ada tiga alasan yaitu pertama, ada banyak bentuk pelecehan yang terjadi di masyarakat. Ada 15 bentuk kekerasan seksual dan hanya tiga bentuk yaitu perkosaan, pencabulan dan perbuatan tidak menyenangkan yang diatur dalam UU KUHP, dan lainnya tidak diatur sehingga apabila terlepas dari tiga bentuk itu maka pelaku kekerasan seksual dilepaskan. Kedua, semua aturan UU tidak mengatur perlindungan terhadap korban, selama ini terfokus tindakan pada tersangka dan korban diabaikan. Ketiga, seringkali penegakan hukum terjadi redefinisasi sehingga terjadi imunitas terhadap pelakunya.

 

Kasus kekerasan seksual merupakan seperempat dari kasus kekerasan perempuan dan menurut KPAI, 80% pengaduan kekerasan anak adalah kekerasan seksual. Kekerasan seksual memiliki dampak yang spesifik bagi perempuan. Perempuan korban kekerasan seksual kerap dibungkam untuk mengungkap kekerasan yang ia alami karena dinilai aib bagi diri, keluarga, dan komunitasnya.

 

Bila UU ini (RUU Penghapusan Kekerasan Seksual) tidak disahkan maka mengancam kehidupan bangsa kedepan dan kualitas kehidupan yang berkurang. Sedangkan perlindungan dan kepastian hukum terhadap kekerasan seksual harus dijamin oleh negara.

 

Berbagai upaya dilakukan Komnas Perempuan untuk perlindungan perempuan terhadap kasus kekerasan seksual diantaranya dengan kampanye. Hal itu dilakukan Mariana Amiruddin  S.Sos, M Hum, kampanye sebagai jembatan untuk menjelaskan bahwa UU itu untuk melindungi kita semua.

 

Kampanye dikemas dengan mengatakan apa pentingnya UU Penghapusan Kekerasan Seksual, bongkar tentang mitos dan fakta perkosaan dengan menunjukan data-datanya.  “Kita katakan bahwa ini tragedi yang bakal terjadi pada keluarga kita sendiri, dan bila dibiarkan apa yang akan terjadi di masyarakat Indonesia kedepannya,” tegas Mariana.

 

Pada akhir diskusi, Gusti Kanjeng Ratu Hemas mengajak ormas perempuan untuk menyamakan persepsi pemikiran tentang RUU ini. Tidak hanya perempuan tetapi juga persepsi laki-laki. “Kita bisa melibatkan laki-laki untuk mendorong dan menggolkan RUU ini supaya masuk ke prolegnas.” GKR mengapreasiasi ormas-ormas perempuan yang sepakat mendukung RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. DPD RI akan membantu dengan mendorong pada sisi strategi dan mensosialisasikan hal itu pada masyarakat di daerah. 

Diposting 09-07-2015.

Mereka dalam berita ini...

Gusti Kanjeng Ratu Hemas

Anggota DPD-RI 2014
DI Yogyakarta

Anna Latuconsina

Anggota DPD-RI 2014
Maluku