Anggota Komisi III DPR RI M. Nasir Djamil mengatakan mendukung revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012. Sebab menurutnya PP tersebut tidak efektif dalam penerapannya.
"Dalam prakteknya PP 99 tidak efektif dan perlu ditinjau ulang. Karena tidak ada sinergitas aparat penegak hukum dalam mengungkapkan jaringan lebih besar," katanya kepada wartawan dalam sebuah diskusi di Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (29/03).
Selain itu, Nasir menilai, aparat penegak hukum tidak siap menjalankan fungsinya. Terbukti belum adanya pedoman jelas dalam pemberian remisi untuk para terpidana korupsi. Sebab menurutnya, Menkumham belum bisa mengatasi pungli, upeti, grativikasi sebagai upaya pemberian remisi.
Pedoman dalam pemberian remisi perlu diperjelas, khususnya kepada justice collaborator yang dapat mengungkap jaringan yang lebih besar. Namun hal tersebut, menurut Nasir, baru dimiliki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sedangkan Polri dan Kejaksaan belum memilikinya.
"PP 99 itu kerap memukul rata peran narapidana. Sehingga untuk membantu bekerjasama cenderung sulit mendapatkan rekomendasi, apalagi mendapatkan remisi," ujarnya.
Misalnya terpidana korupsi M. Nazaruddin, yang dalam pernyataan penyidikannya banyak mengungkap jejaring korupsi kasus Wisma Atlet Hambalang, seharusnya merupakan seorang justice kolaborator. Namun, tidak diberi keringan berupa remisi.
Dia melihat PP ini perlu diatur kembali, sebab telah timbul keresahan bagi para terpidana narkotika, terorisme dan korupsi, bisa mengurangi hak-hak mereka.
"Kami melihat ini harus diatur kembali sehingga kemudian sistem pemidanaan modern secara sinergi dan komprehensif dapat diwujudkan," pungkasnya.