Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mendukung revisi UU No 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Namun, Sekretaris Jenderal MTI Ellen Tangkudung mengatakan, RUU Jalan perlu disinkronkan dengan UU lain seperti UU Tata Ruang dan UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
"Revisi UU Jalan harus disinkronkan dengan UU Tata Ruang dan UU Nomor 22 Tahun 2009 tetang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan," kata Ellen dalam Diskusi Forum Legislasi bertema "RUU Jalan" di Ruang Wartawan, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/7).
Ellen kemudian memberi penjelasan bahwa di dalam UU 22/2009 tentang LLAJ, terdapat aturan yang menyebutkan mengenai dana preservasi jalan, tetapi tidak ada di UU Jalan. Lalu, ada aturan mengenai tanggungan apabila terjadi kecelakaan akibat kerusakan jalan yang sayangnya tak ditegaskan siapa yang menanggung.
Di tempat yang sama, anggota Komisi V DPR M Arwani Thomafi mengatakan, RUU tentang Jalan yang kini masih dalam tahap pembahasan awal, menemui beberapa permasalahan. Salah satunya adalah mengenai ketersediaan lahan. "Saya pikir perlu ada langkah terobosan untuk mengatasi permasalahan ketersediaan lahan, misalnya dengan melibatkan partisipasi masyarakat," katanya.
Kalau konsep seperti sekarang di mana pemerintah menganggap jalan sebagai beban anggaran bukan sebagai aset masih dipertahankan, lanjut Arwani, yang terjadi bukan pendekatan bagaimana ada pemanfaatan yang luar biasa ketika kita membuat jalan baru.
"Mestinya masyarakat juga diuntungkan dengan dibukanya jalan baru, setelah mereka turut berpartisipasi dengan merelakan lahannya dijadikan jalan. Dan, jika itu ingin terwujud tentunya harus dinormakan," tegasnya.
Substansi yang ditekankan oleh Panja RUU Jalan, sambung legislator dari Fraksi PPP itu, tidak sampai pada persoalan panjang jalan, tetapi lebih kepada kualitas jalan. "Persoalan perbaikan dan perawatan selama ini menjadi problem khususnya menyangkut pembiayaan. Tetapi, kita ingin menyelesaikan persoalan itu dalam RUU Jalan," pungkas anggota Dewan dari Dapil Jawa Tengah III tersebut.