Langkah DPR yang dinilai memaksakan pengesahan Undang-Undang Organisasi Masyarakat (UU Ormas) bisa menyisakan kontroversi yang membebankan DPR dan pemerintah.
Dengan demikian pemerintah dan DPR diharuskan menyosialisasikan UU Ormas ke ormas-ormas besar yang masih bersikukuh melakukan penolakan. "Ini pekerjaan yang tidak mudah," kata Wakil Ketua MPR, Hajriyanto Y. Tohari ketika dihubungi wartawan, tadi malam.
Melihat resistensi tinggi dari ormas-ormas besar, Hajriyanto ragu DPR dan pemerintah berani menyosialisasikan UU Ormas. Sementara jika tidak disosialisasikan secara massif UU Ormas hanya akan menjadi dokumen politik yang tak berimbas positif terhadap masyarakat. "UU ini tidak akan bisa menjadi UU yang hidup atau "the living and working UU," ujar Hajriyanto.
Ia menegaskan sebagai undang-undang yang kelahirannya tidak dikehendaki sosialisasi intensif dan ekstensif mutlak diperlukan. "Jangankan masyarakat luas dan ormas-ormas, bahkan di kalangan pimpinan dan anggota pansus sendiri masih ada yang belum memahami substansi undang-undang itu," ujarnya.
"Apalagi undang-undang tersebut baru disahkan, belum-belum sudah dibawah ancaman akan segera digugat ke MK," katanya.
Sementara itu Ketua Fraksi Hanura, Sarifuddin Sudding mengatakan fraksinya menghormati keputusan sidang paripurna DPR mengesahkan UU Ormas. Menurut dia meskipun Fraksi Hanura berada dalam posisi menolak UU Ormas namun sebagai putusan kelembagaan Hanura akan mendukung sosialisasi ormas. "Karena sudah diputuskan kami menghormati. Walaupun dalam pengambilan keputusan kita keberatan," katanya.
Selasa (2/7) kemarin, RUU Ormas yang telah disahkan dipastikan akan diuji materi ke Mahkamah Konstitusi.
"Dengan segala kontroversinya, RUU Ormas telah sah menjadi UU dan sebagaimana komitmen masyarakat sipil, selanjutnya upaya menguji konstitusionalitas pilihan politik dan pikiran para politisi yang tertuang dalam RUU tersebut akan dilakukan di Mahkamah Konstitusi melalui mekanisme judicial review," ujar Ketua Setara Institute Hendardi, tadi malam.
Hendardi mengatakan, pengesahan UU dengan mekanisme voting menunjukkan bahwa motif politik jauh lebih dominan dibanding motif penyediaan regulasi yang ditujukan untuk melindungi dan menjamin hak-hak rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Mekanisme tersebut dinilainya tidak etis karena seharusnya RUU bisa disepakati dengan kompromi dan akal sehat.
"Diingatkan pula, rakyat sudah semestinya memberikan sanksi politik pada partai-partai pendukung RUU Ormas dengan tidak memilih mereka pada Pemilu 2014," kata dia.