Siapa Caleg 2024 untuk DPR-RI/ DPD-RI/ DPRD Prov. dan DPRD Kab./Kota-mu? Cek di sini...

Berita Anggota Parlemen

Achsanul Qosasi: Hadapi Integrasi Sektor keuangan, Asas Resiprokal Harus Diterapkan

Sebagai persiapan menghadapi integrasi sektor keuangan termasuk perbankan melalui Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2020, Wakil Ketua Komisi XI DPR Achsanul Qosasi menyarankan perlunya penerapan asas resiprokal perbankan yang lebih berkeadilan.

Saat MEA 2020 berlaku, perbankan asing akan melakukan invasi besar-besaran di pasar keuangan Indonesia dengan cukup mudah karena saat ini sebagian bank-bank asing tersebut sudah beraktivitas di Indonesia dengan cukup leluasa.

Sebaliknya, menurut dia, bank nasional Indonesia saat ini masih sulit membuka jaringan di luar negeri sehingga akan mendapat kendala ketika pintu integrasi terbuka pada 2020, ketika terlah terjadi integrasi sektor keuangan, termasuk perbankan, di ASEAN.

“Jadi pada 2020, di satu sisi bank asing akan membiayai nasabah kita tanpa batas, namun di sisi lain bank kita sulit. Makanya saat ini bank nasional khususnya Bank BUMN harus buka cabang di ASEAN sebagai persiapan,” kata Achsanul.

Menurut pengamat ekonomi dari EC-Think, Telisa Aulia Falianty, implementasi asas resiprokal tetap perlu diberlakukan oleh Bank Indonesia secara jangka panjang meskipun pada 2020 akan terjadi integrasi sektor keuangan dalam MEA.

“Dalam jangka panjang penerapan asas resiprokal masih diperlukan karena integrasi sektor keuangan melalui Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2020 `kan hanya antar-ASEAN saja. Kalau resiprokal diberlakukan dalam konteks internasional akan lebih luas,” kata Telisa.

Ia mengatakan penerapan asas resiprokal yang dapat diberlakukan, yaitu dalam hal kesetaraan pembukaan jaringan perbankan, misalnya pembukaan kantor cabang dan lain sebagainya. Dia mencontohkan jika bank asing dapat membuka kantor cabang di Indonesia dengan mudah, perbankan Indonesia pun seharusnya diberikan kemudahan yang sama di negara bank asing itu berasal. “Perlu ada kesetaraan, yaitu kesamaan dari level of playing field,” ujar Telisa.

Telisa mengakui banyak anggapan terkait dengan sulitnya memaksakan kesetaraan terhadap otoritas negara lain. Namun, dia memandang upaya penerapan kesetaraan sektor keuangan dengan negara lain tidak bisa hanya diukur dari besar-kecilnya negara atau jumlah penduduk, tetapi juga ukuran ekonomi negara bersangkutan.

Sementara Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono menilai Bank Indonesia perlu menerapkan asas resiprokal. Namun, caranya perlu diperhatikan, misalnya dengan menggunakan pendekatan Qualified ASEAN Bank (QAB).

Sigit menjelaskan dalam menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), ada arah dari negara-negara ASEAN untuk membentuk QAB. Kelak, masing-masing negara ASEAN menunjuk dua atau tiga perbankan nasionalnya yang memenuhi syarat untuk masuk dalam QAB.

Bank-bank yang masuk dalam QAB akan diperlakukan sama, dan bebas melakukan pengembangan di setiap negara ASEAN. Hal itu menurut dia otomatis menciptakan asas resiprokal di antara perbankan negara-negara ASEAN.

Sigit tidak sepakat apabila BI menerapkan asas resiprokal dengan cara yang seakan-akan memaksa bank sentral negara lain untuk mengikuti keinginan otoritas moneter Indonesia. Misalnya, rencana BI menggunakan asas resiprokal terhadap bank sentral Singapura, terkait dengan akusisi Bank Danamon oleh DBS Holding Group. Dalam proses itu, BI menyatakan akan mempermudah DBS mengakuisisi Danamon dengan syarat Otoritas Moneter Singapura mendukung kerja tiga bank nasional di negara itu.

Diposting 11-06-2013.

Dia dalam berita ini...

DPR-RI 2009 Jawa Timur XI
Partai: Demokrat