Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI Intsiawati Ayus mempertanyakan sampai seberapa besar sikap legowo Dewan Perwakilan Rakyat RI untuk langsung melakukan pembahasan RUU secara tripartit antara DPD RI, DPR RI dan pemerintah.
“Sekarang ini persoalannya, sampai seberapa legowonya DPR untuk hal ini,” kata senator Asal Propinsi Riau itu.
Menurut Instiawati Ayus, untuk melaksanakan putusan MK RI itu sebenarnya tidak perlu lagi menunggu perubahan UU MD3. “Soal kapan bisa dimulai. Saya tegaskan langsung berlaku sejak dibacakan putusan tersebut. Karena putusan ini implementatif. Jadi ini tak perlu menunggu perubahan MD3,” kata Ayus.
Dengan demikian, pertanyaannya bukan lagi kapan DPD bisa ikut membahas RUU tetapi bagaimana modelnya dan untuk itu diperlukan diskusi antara DPD dan DPR. “Saya tidak mau ada rebutan substansi. DPD itu hanya terkait otonomi. Ini agar tidak terjadi rebutan substansi,” katanya.
Ia justru meminta agar DPD RI segera menyusun sendiri apa substansi dan mana saja yang akan menjadi koncern DPD RI.
Sementara itu, pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Prof Saldi Isra, juga sepakat bahwa sejak dibacakannya pada tanggal 27 Maret 2013 maka keputusan MKRI itu langsung berlaku. “Kapan memulainya?. Ya harus dilaksanakan sejak diucapkan putusan tersebut,” kata Saldi Isra.
Saldi memandang bahwa sejak 27 Maret 2013 sudah terjadi perubahan yang sangat radikal pada proses legislasi. Selama ini dalam pembahasan UU hanya dilakukan antara pemerintah dan DPR. Tetapi faktanya, pembahasan RUU terjadi antara pemerintah dan fraksi-fraksi.
Lebih lanjut Saldi menuturkan bahwa Putusan MKRI ini justru menguntungkan pemerintah dan juga DPR. Bagi pemerintah keuntungannya hanya akan menghadapi dua Daftar Isian Masalah (DIM) dari DPR dan DPD. “Selama ini fakta yang terjadi pemerintah harus menghadapi sembilan DIM dari sembilan fraksi,” kata Saldi.