Kebiasan politisi Senayan lagi-lagi mengecewakan. Sebab, pada rapat Selasa (2/4), dari total 560 anggota Dewan yang terhormat, hanya 335 yang mengikuti sidang paripurna. Sebanyak 225 anggota DPR yang tak hadir diketahui dari absensi manual yang disediakan di depan ruang sidang.
Dari 335 anggota yang hadir, tercatat 98 dari Fraksi Partai Demokrat, 60 dari Fraksi Partai Golkar, 52 dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, 32 dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), serta 26 dari anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN).
Sementara dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hanya 19 anggota, 17 anggota dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), 17 dari Fraksi Partai Gerindra, dan 14 dari Fraksi Partai Hanura.
Sidang Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Pramono Anung ini, mengagendakan laporan hasil pemeriksaan sementara BPK Semester II Tahun 2012 dan Penyerahan Laporan sementara. Kedua, laporan Komisi XI DPR mengenai hasil uji kelayakan calon Gubernur BI dilanjutkan dengan pengambilan keputusan.
Ketiga, Laporan Komisi III mengenai hasil uji kelayakan calon hakim MK dilanjutkan dengan pengambilan keputusan. Keempat, laporan BURT mengenai hasil penyempurnaan Rancangan Peraturan DPR tentang peliputan pers, dilanjutkan dengan pengambilan keputusan.
Tatib Peliputan Pers
Pada sidang Paripurna DPR ini juga disahkan Rancangan Tata Tertib Peliputan Pers di kompleks parlemen menjadi tata tertib (Tatib). Perlunya tatib ini untuk mambatasi ruang gerak-gerik wartawan yang sama sekali tidak memiliki media.
"Apakah rancangan ini bisa disetujui?" tanya Wakil Ketua DPR, Pramono Anung saat memimpin sidang paripurna. Pertanyaan itupun disambut setuju oleh seluruh peserta sidang paripurna. Pramono Anung pun mengetukan palu sebanyak tiga kali menandakan Tatib Peliputan Pers disahkan dan sudah bisa diterapkan Kesetjenan DPR.
Namun uniknya, usai sidang, Pramono Anung meklaim tatib itu tidak akan membatasi peliputan wartawan di kompleks DPR RI. Tatib itu hanya diperuntukan pada wartawan yang tidak memiliki media. Sayangnya, Pramono sendiri tak menyebut apa yang dimaksud dengan wartawan tanpa media itu. "Sudah sampai ke telinga pimpinan DPR, jika di DPR ada orang yang mengaku dirinya wartawan, padahal orang itu tidak memiliki media. Tidak perlu terlalu teknis yang akhirnya jadi beban rekan-rekan yang akan meliput di DPR. Saya bisa berikan garansi lah," katanya.
Rancangan Tatib, sebelumnya disusun dan diajukan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI yang diketuai Marzuki Alie. Ada banyak aturan pelarangan tingkah laku dan tindakan wartawan dalam tatib itu.
Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Tjahjo Kumolo mengatakan, pers semestinya diberi kebebasan untuk meliput guna pemenuhan hak informasi publik atas kinerja para anggota dewan. "DPR kinerjanya diukur dengan apa yang dikomunikasikan dengan media. Kalau sampai anggota DPR alergi pers ya salah. Pers bukan seperti mitra yang harus diawasi DPR, pers bagian tidak terpisahkan dari DPR," kata dia.
Tjahjo juga menekankan bahwa aturan peliputan yang malah membatasi kerja jurnalistik akan merugikan DPR. Karena, apa yang dikerjakan DPR informasinya tidak sampai ke masyarakat. "Sangat naif sekali bila DPR membatasi diri sebagai lembaga elit yang sekarang masyarakat kesulitan masuk. Penjagaan ketat sampai pers dibatasi, lebih baik jadi istana DPR saja," tegas dia.
Hal senada dikatakan Wakil Ketua Komisi I DPR yang juga Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan. Ia mengkhawatirkan tatib itu berpotensi melanggar Undang-undang Pers. "Saya sendiri sebagai anggota DPR malu ju-ga, tapi ini kan masih rancangan," kata Ramadhan.
Menurut dia, tatib berjumlah 40 pasal. "Ini indikasi melanggar Undang-undang Pers dan Undang-undang Kebebasan Informasi Publik," kata Ramadhan.
Dia menilai aturan itu muncul karena ada pihak yang paranoid dengan pemberitaan media belakangan ini. Pihak-pihak yang paranoid itu, lalu membuat aturan itu. "Barangkali para senior saya, ada paranoid dengan wartawan. Padahal saya agak ekstrem ketika jadi pejabat negara, jangankan dikritik, dihina harus dihadapi," ujarnya.
Ramadhan mencontohkan aturan yang membuatnya malu, yakni pasal 6 ayat 4 tentang kartu peliputan. Di situ diatur ketentuan syarat mengajukan kartu peliputan di DPR.