Potensi Pelabuhan Tidak Tergarap, Devisa Miliaran Dolar Terancam Lepas

Ketua Komisi V DPR RI Laurens Bahang Dama melihat belum maksimalnya pengelolaan potensi pelabuhan-pelabuhan di Indonesia untuk menampung kapal-kapal bermuatan besar telah berdampak pada hilangnya devisa hingga miliaran dolar AS.

Hingga kini masih ada kontainer bermuatan 4 juta TEUs yang dari dan ke Indonesia terpaksa harus diangkut lewat hub (pelabuhan utama) Singapura.

Laurens Bahang Dama mencontohkan, jika ongkos angkut Jakarta-Singapura rata-rata 350 dolar AS per TEUs, berarti devisa yang lari ke negeri jiran itu setidaknya 1,4 miliar dolar AS. Sementara pada saat yang sama terdapat jumlah total kontainer yang diangkut kapal asing yang mencapai sekitar 8-10 juta TEUs per tahun senilai 15 miliar dolar AS.

Berdasarkan data yang diperoleh dari International Logistic Performances Index (LPI), rasio biaya logistik untuk Indonesia masih tinggi atau sekitar 27 persen terhadap PDB (Pendapatan Domestik Bruto). “Biaya logistik kita masih mahal karena pemerintah harus fokus dan melakukan pembenahan yaitu sarana, prasarana, dan SDM,” katanya.

Untuk itu, menurut dia, terdapat empat poin yang perlu dilaksanakan perlunya asas cabotage sebesar 100 persen dan 40 persen ekspor-impor share untuk kapal Indonesia, perlu dibangunnya sebagian besar kapal sehingga menjadikan Indonesia sebagai pusat pelayaran kapal dunia.

Selain itu, pelayaran rakyat juga harus berperan penting dalam standar logistik nasional terutama percepatan jalur distribusi ekonomi untuk melaksanakan debottlenecking (menghilangkan hambatan) ekonomi. “Pelayaran juga harus memiliki sistem dan manajemen pelabuhan berstandar internasional,” katanya.

Ia mengingatkan bahwa Indonesia telah memiliki UU No 17/2008 sebagai payung hukum untuk pelayaran yang mencantumkan tiga poin utama yaitu sarana, prasarana, dan SDM. Karena itu, pemerintah diminta untuk berkonsentrasi dalam mengembangkan tiga aspek tersebut dalam kerangka paradigma yang mengedepankan transportasi laut Indonesia. “Posisi Indonesia berada di persimpangan antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Ini menjadi potensi, tetapi yang memanfaatkan justru Singapura,” katanya.

Diposting 01-04-2013.