Program pengalihan penggunaan bahan bakar minyak ke bahan bakar gas (konversi BBG) harus didukung dari berbagai aspek, khususnya sumber gas dan anggaran untuk membangun fasilitas program konversi BBG. Semua ini harus berjalan efektif pada tahun depan.
Keberhasilan program konversi BBG tersebut diharapkan bisa mendorong pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) di Tanah Air.
Hal ini sejalan dengan pernyataan politik Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) IV Partai Golkar agar pemerintah gigih mendorong pengembangan energi baru terbarukan dan menghilangkan ketergantungan terhadap minyak dan BBM impor untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.
Ketua Bidang Pernyataan Politik Rapimnas IV Partai Golkar Firman Soebagyo, yang membacakan pernyataan politik Partai Golkar, menjelaskan, subsidi energi sudah sangat membebani anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) serta pendistribusiannya tidak tepat sasaran karena dinikmati sebagian besar masyarakat yang tidak berhak.
"Partai Golkar berpendapat agar subsidi energi tidak dilakukan terhadap produknya, tetapi terhadap pemakai dari kalangan menengah ke bawah," ujar Firman di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Jumat (2/11).
Untuk itu, penggunaan energi yang lebih murah dan ramah lingkungan harus terus ditingkatkan, sehingga besaran subsidi energi bisa terus ditekan. Dengan cari ini, menurut dia, Indonesia bisa mendapatkan penurunan subsidi energi sampai dengan Rp 150 triliun per tahun.
"Jumlah sebesar itu dapat dipakai untuk pembangunan infrastruktur dan peningkatan kesejahteraan rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, dan program-program penanggulangan kemiskinan," ujarnya.
Terkait hal ini, anggota Komisi VII DPR yang membidangi energi Dito Ganinduto mengatakan, penyerapan dana program yang telah disetujui dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pada tahun depan harus terserap dengan baik agar program konversi BBM bisa berjalan efektif. Tercatat alokasi dana untuk program konversi BBG telah ditetapkan dalam APBN 2013 sebesar Rp 1,5 triliun.
"Jadi, pemerintah (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral) harus fokus menjalankan program konversi BBG, mengikuti anggaran yang telah disetujui dalam APBN 2013. Tidak perlu meminta anggaran tersebut diubah memakai skema multiyears atau tahun jamak," kata Dito Ganinduto.
Menurut dia, persoalan anggaran konversi BBM memakai skema multiyears atau tidak tergantung kebijakan dari Kementerian Keuangan. Selain itu, dia menambahkan, pelaksanaan program konversi BBG juga melibatkan pihak swasta. Menurut dia, pemerintah bisa mengajak swasta untuk berinvestasi membangun stasiun pengisian bakar gas (SPBG). "Investasi swasta juga perlu didorong, sehingga tidak mesti seluruhnya didanai dari APBN," ujarnya.
Di samping itu, Dito Ganinduto juga mengingatkan, pemerintah segera mengubah ketergantungan minyak bumi dan menggantinya dengan gas, batu bara, dan energi baru dan terbarukan (EBT). Menurut dia, penggunaan gas untuk kendaraan maupun industri akan memberikan nilai tambah dibanding BBM yang harganya sangat mahal. Apalagi jika pengembangan biofuel atau bahan bakar nabati (BBN) bisa direalisasikan secara bertahap, maka akan mempercepat upaya mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil.
Ia menambahkan, pemanfaatan gas untuk domestik, yakni sebagai energi primer pembangkit listrik, industri, petrokimia, pupuk dan kendaraan, maka akan memberikan multiplier effect yang jauh lebih besar dibanding hanya sebagai penerimaan devisa negara.
Karena itu, Dito juga meminta pemerintah segera merealisasikan janji perubahan paradigma pemanfaatan energi terbarukan dan produksi gas dari sebelumnya hanya sebagai penerimaan devisa negara menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi.
"Masyarakat mengetahui harga minyak atau BBM makin mahal. Untuk memenuhi kebutuhan energinya, maka gas harus lebih tersedia di dalam negeri," katanya.
Terkait perkembangan program konversi BBG, PT Pertamina (Persero) tengah menenderkan tiga proyek SPBG dengan sumber dana APBN perubahan 2012 senilai Rp 204 miliar. Ketiga SPBG tersebut di luar stasiun gas yang kini tengah dikerjakan Pertamina dengan biaya sendiri di Daan Mogot, Jakarta Barat.
Ketiga SPBG yang dibangun dengan dana APBN tersebut direncanakan berlokasi di Cililitan, Jakarta Timur; Pulogadung, Jakarta Timur; dan Kalideres, Jakarta Barat, dengan nilai proyek masing-masing Rp 64,59 miliar.
Pertamina sudah mengumumkan prakualifikasi tender pengadaan tiga SPBG tersebut pada 4 Agustus 2012. Saat ini, proses tender sudah sampai hasil evaluasi tahap pertama. Selanjutnya, perusahaan-perusahaan yang lolos akan diundang untuk memasukkan dokumen penawaran tahap kedua, sedangkan Ditjen Migas Kementerian ESDM tengah memproses tender pengadaan konverter kit.
"Sekarang ini, pembangunan SPBG dan konverter kit masih dalam tahap tender dan tinggal menetapkan pemenangnya," kata Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Rudi Rubiandini.