Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan tak keberatan terhadap rencana penurunan royalti hilir tambang yang diusulkan oleh pemerintah.
"Boleh-boleh saja selama hal itu benar-benar bisa merangsang investasi di sektor hilir," kata anggota Komisi Energi, Satya W.Yudha, ketika dihubungi Tempo akhir pekan lalu.
Satya mengakui penurunan royalti bakal mengurangi pendapatan negara di bidang pajak.
Namun, jika penurunan itu dimaksudkan untuk mengundang investasi lebih banyak, hal tersebut akan mendatangkan efek ganda di sisi pendapatan lain.
"Selain banyak investasi, kita bisa mendapatkan nilai tambah dari produk tambang,"ujarnya.
Anggota Komisi Energi lainnya, Sutan Batugana, mengatakan selagi ditujukan untuk memicu pertumbuhan dunia pertambangan, Dewan akan menyetujui kebijakan tersebut. Tapi, menurut dia, usulan pengurangan royalti hilir perlu dikaji lebih dalam.“Kita harus memiliki cara untuk membuat sektor hilir pertambangan bergairah,” kata Sutan.
Akhir pekan lalu, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bambang Setiawan mengusulkan penurunan besaran royalti hilir tambang untuk menarik investasi lebih banyak di sektor tersebut.
“Nantinya, makin ke hilir royalti seharusnya makin berkurang. Karena ada nilai tambahnya,”ujar Bambang.
Menurut dia, investasi di sektor hilir memerlukan dana yang jauh lebih besar ketimbang sektor hulu. Namun hingga saat ini besaran royalti kedua sektor tersebut tidak dibedakan oleh pemerintah.“Kalau harga royalti di sektor hulu dan hilir sama, nanti investor enggan berinvestasi. Padahal kedua sektor sangat berbeda,”katanya.
Bambang mencontohkan, investasi di bidang nikel. Di sektor hulu, investasi nikel hanya me
merlukan biaya jutaan dolar Amerika Serikat. Namun, ketika diproses dan memasuki sektor hilir, biaya yang diperlukan bisa miliaran dolar. Saat ini, wacana tersebut tengah dipelajari untuk disusun dan diserahkan kepada tim guna dikaji lebih lanjut.
“Nanti saya lemparkan ke tim pengkaji mengenai cara penghitungannya,” katanya. Meski demikian, Bambang menyatakan, tak semua komoditas memperoleh pengurangan royalti. Namun, ia menjelaskan, komoditas yang perlu diberi insentif antara lain nikel, tembaga, dan mangan.
Sekretaris Direktorat Jenderal Batu Bara dan Panas Bumi Kementerian Energi Witoro Soelarno menambahkan, saat ini pihaknya masih menitikberatkan perhatian pada penyelesaian Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Tata Cara Peningkatan Nilai Tambah Minerba.
Witoro menargetkan rancangan aturan tersebut bisa rampung pada November mendatang. Na
mun, ia mengaku, perihal insentif atau penurunan royalti belum dimasukkan ke beleid tersebut.
"Insentif belum sampai ke sana.
Investor penting, tapi yang paling utama kepastian hukum terlebih dulu,"tuturnya.