DPRD Medan menilai Pemerintah Kota (Pemko) Medan belum menjadikan bangunan bersejarah sebagai penarik wisatawan ke kota ini.
Ini terlihat dari isi draf rancangan peraturan daerah (ranperda) tentang kepariwisataan yang tidak menunjukkan keseriusan pemerintah mengelola wisata dari aspek bangunan bersejarah. Juru Bicara Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPRD Medan, Jumadi mengatakan, pada draf ranperda, belum dapat dilihat bahwa Pemko Medan serius mengelola wisata dari aspek bangunan bersejarah.
“Dinas Pariwisata belum maksimal ingin mengelola objek wisata bangunan bersejarah. Padahal banyak potensi yang bisa dikembangkan seperti situs Kota China, Masjid Raya, Istana Maimun, Rumah Tjong A Fie, dan masih banyak lagi,” kata Juru Bicara Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPRD Medan Jumadi saat menyampaikan pemandangan umum terhadap ranperda tentang kepariwisataan di kantor sementara DPRD Medan, Rabu (12/9). Menurut dia, seluruh bangunan bersejarah tersebut memiliki potensi besar untuk menarik wisatawan datang ke kota ini, khususnya dari mancanegara.
Hal ini mengingat Medan yang merupakan kota jasa. Apabila Pemko mampu mengelola bangunan bersejarah dengan baik, ini akan memberikan dampak ekonomi yang cukup tinggi kepada masyarakat di sekitar lokasi wisata. “Jadi bukan hanya Pendapatan Asli Daerah (PAD) saja yang akan meningkat, tapi juga perekonomian masyarakat,” ujarnya. Pendapat serupa juga disampaikan Fraksi Partai Golkar DPRD Medan melalui juru bicaranya Ferdinand L Tobing. Menurut fraksi ini, pelestarian bangunan dan cagar budaya harus dapat dikelola dan dikembangkan serta dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan dan citra daerah,termasuk daya tarik wisata yang akhirnya bisa meningkatkan PAD.
“Bangunan-bangunan bersejarah telah dikorbankan atas nama pembangunan yang dicanangkan Pemko. Padahal jika bangunan bersejarah dikelola dengan baik, itu bisa mendatangkan devisa yang sangat besar,” ucapnya. Menurut dia, bangunan bersejarah dapat ditransformasikan dari modal budaya menjadi modal ekonomi dan selanjutnya menjadi modal simbolik. Artinya dengan adanya bangunan khas tersebut, Kota Medan akan dikenal sebagai kota sejarah. “Jadi kalau orang bicara tentang bangunan bersejarah, maka pemikiran orang langsung mengarah pada Kota Medan,” ujarnya.
Sementara Sekretaris Eksekutif Badan Warisan Sumatera (BWS) Hairul mengatakan, hal terpenting dalam pengaturan bangunan bersejarah adalah sanksi yang lebih tegas. Selama ini pada Peraturan Daerah (Perda) No 6 tahun 1988 tentang Perlindungan Bangunan-Bangunan Bersejarah, pihak yang merubuhkan bangunan bersejarah hanya dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp50.000 dan kurungan badan tiga bulan.
“Saat ini berdasarkan data BWS, ada 600 bangunan bersejarah yang harus dilindungi. Sementara menurut Pemko hanya ada 42 bangunan pada dua kawasan cagar budaya. Kalau tidak ada sanksi tegas, tentu akan berdampak pada hilangnya bangunan bersejarah di kota ini,” ujarnya.
Menurut dia, di Indonesia suda ada beberapa daerah yang mengandalkan bangunan bersejarah sebagai objek utama wisata yaitu Sumatera Barat dan sebagian besar daerah Jawa, khususnya Jawa Tengah dan lainnya. Pemko Medan bisa belajar mengelola objek wisata bersejarahnya dari daerah-daerah tersebut.