Eksistensi masyarakat adat makin diakui dalam perangkat hukum Indonesia. Mereka juga sudah mulai dilibatkan dalam pembuatan kebijakan. Mulai dari kebijakan soal lingkungan, kehutanan, hingga penanggulangan bencana. Terlebih mereka juga sudah bekerja sama dengan Komnas Hak Asasi Manusia.
Menurut Ketua DPR RI Marzuki Alie, pelibatan masyarakat adat dalam penyusunan kebijakan tak bisa ditawar alias sudah semestinya. Sebab, masyarakat adat adalah bagian penting dari Indonesia. Bahkan, kata Marzuki, negeri ini dikelola secara turun-temurun berdasarkan nilai adat dan sistem kepercayaan yang sejarahnya mengalami pasang surut.
"Indonesia punya semboyan bhinneka tunggal ika. Masyarakat adat se-Nusantara dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, adalah bentuk manifestasi kebhinnekaan negeri ini," kata Marzuki Alie saat membuka Kongres Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Tobelo, Halmahera Utara, Maluku Utara, Kamis (19/4).
Kini, masyarakat adat makin dihadapkan pada beragam situasi zaman. Kearifan lokal mereka di bidang ekonomi yang bersifat tradisional misalnya, makin terdesak dengan sistem ekonomi substitusi modern. Tradisi budaya mereka pun berhadapan dengan gaya hidup modern. Terjadilah kelunturan adat, pengambilalihan wilayah adat oleh pihak lain, dan berbagai masalah lain.
"Semua itu dapat menjadi pemicu konflik yang mengancam eksistensi masyarakat adat," ujar Marzuki yang juga menyaksikan penyatuan air dari berbagai sumber air di wilayah kaum adat se-Nusantara.
Untuk itu, ia mendukung berkumpulnya masyarakat adat se-Nusantara untuk memperkokoh kebersamaan, mewujudkan masyarakat adat yang berdaulat, mandiri secara ekonomi, dan bermartabat budayanya. "Kapan lagi kita yang satu saudara se-Tanah Air ini akan bisa bertemu dalam satu waktu dan satu tempat? Masa lima tahun tidak akan cukup untuk berkunjung ke saudara yang tersebar di semua pulau di Indonesia ini," katanya.