Salah satu tugas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) adalah melindungi produkproduk sejarah dan budaya yang dituangkan dalam bentuk cagar budaya. Oleh karena itu, setiap upaya penelitian situs-situs peninggalan sejarah layak diapresiasi kendati temuannya belum pasti atau bahkan gagal.
“Upaya penelitian piramida di Garut silakan saja.
Kalau sudah dipastikan benar dan ketemu, nantinya termasuk yang akan dilindungi. Siapa saja boleh melakukan penelitian. Bila ada tandanya, segera lapor agar bisa kita sinergikan. Sebaliknya, bila tidak ada hasilnya, itu pun tetap kita apresiasi sebagai upaya mencari kebenaran sejarah budaya kita,” kata Mendikbud M Nuh di Jakarta, Selasa (14/2).
Ia menjawab hal itu terkait dengan rencana penelitian situs piramida di Gunung Sadahurip yang dilakukan tim Katastropik Purba bentukan Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana Andi Arief yang mengundang pro-kontra.
Saat dihubungi terpisah, Wamendikbud Bidang Kebudayaan Windu Nuryanti menambahkan pada dasarnya memang belum ditemukan fakta-fakta historis yang dapat dijadikan dasar pemastian adanya piramida.
Akan tetapi, sebagai ilmu pengetahuan harus terbuka terhadap semua kemungkinan. Namun, fakta penemuan perlu pembuktian dengan metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, di antaranya melalui ekskavasi yang paling tepat.
“Lepas dari semua pro dan kontra, saya apresiasi terhadap tim peneliti yang berupaya menyumbangkan sesuatu pada ilmu pengetahuan. Bisa saja kita bermitra dalam riset bersama penggalian-penggalian arkeologi agar dapat saling belajar secara sinergis,” kata Windu.
Adapun Mendikbud menambahkan, saat ini pihaknya tengah merestrukturisasi Direktorat Kebudayaan pascaperubahan Kemendiknas menjadi Kemendikbud.
Untuk itu, sejalan dengan upaya penelitian dan penetapan cagar budaya, secara bertahap Kemendikbud akan memberikan perlindungan. Ia mencontohkan kawasan Sangiran yang terkenal dengan temuan manusia purba jutaan tahun telah ditetapkan bersama UNESCO menjadi cagar budaya. Di sisi lain, kawasan Muara Jambi masih akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat.
“Begitu kawasan itu ditetapkan sebagai cagar budaya, harus ada pengelolaan, pengawasan, dan penjagaannya.
Tentu saja ini semua memerlukan pendanaan yang tidak sedikit,” cetusnya.
Nuh menjelaskan, saat ini masih ada ratusan bahkan ribuan peninggalan bersejarah termasuk kapal tenggelam yang sekarang dikelola Kementerian Kelautan dan Perikanan. “Kalau kapal tenggelam itu masuk pada cagar budaya di bawah Kemendikbud, pendekatannya tentu bukan pada komoditas dan tidak boleh dijual,” tegasnya.
Di lain hal, anggota Komisi X DPR Dedi Gumelar berharap upaya penelitian piramida di Garut tidak dipolitisasi kendati ia mendengar kabar bantahan dari para arkeolog.
“Saya harap ini bukan politis. Masalahnya ini domain arkeologi yang melibatkan ahli. Nah, kalau semua orang turun dan bukan ahlinya termasuk pemerintahan pasti ada sesuatu. Semestinya juga ini domainnya Kemendikbud dan peneliti ahli lainnya,” kata Miing, sapaan akrab Dedi.
Miing mengaku LSM Turanggaseta pernah mempresentasikan temuan geologi piramida di Garut itu.
“Tetapi akhirnya semua sudah dibantah arkeolog, tapi saya belum ambil kesimpulan. Nanti LSM itu dan arkeolognya saya undang ke DPR,” lanjut anggota Fraksi PDI Perjuangan itu.
Lebih jauh, ia menyatakan agar UU tentang Cagar Budaya terus disosialisasikan secara baik mengingat masih banyak situs cagar budaya yang terabaikan.
“Pemerintah daerah dan masyarakat sepertinya masih rendah kesadarannya menjaga situs dan cagar budaya kita. Jadi ini saatnya UU cagar budaya diberlakukan secara baik dan benar,” pungkasnya.