Panitia Khusus (Pansus) Pertambangan, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, akan segera memanggil Menteri Perhubungan (Menhub) terkait tak sinergisnya Undang Undang (UU) tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) dengan UU tentang Perhubungan.
Pasalnya, tumpang tindihnya regulasi dari kedua kementerian ini, mengakibatkan terhambatnya rencana pembangunan jalur kereta api (KA) khusus batubara, menuju dermaga internasional Tanjung Api Api (TAA) di Sumatera Selatan (Sumsel). Anggota Pansus Pertambangan DPD-RI, Bambang Susilo mengatakan, sejumlah persoalan, seperti tak adilnya pembagian dana bagi hasil migas antara daerah penghasil dengan pihak pusat, hingga tak sinergisnya regulasi yang dikeluarkan pemerintah pusat, masih menjadi penghalang memaksimalkan hasil pertambangan bagi masyarakat di daerah penghasil.
“Kita akan segera mengundang Menteri Perhubungan, untuk membicarakan tak sinergisnya UU Minerba dengan UU Perhubungan, khususnya terkait pembangunan jalur kereta api khusus batubara di Sumsel ini,” ujar senator asal Kalimantan Timur (Kaltim) ini, usai bertemu pihak Pemprov Sumsel, di Ruang Rapat Bina Praja kemarin. Ketua Pansus Pertambangan DPD-RI, Abdul Azis menambahkan, pihaknya juga akan mendorong revisi terhadap UU Minerba dan Migas ini.
Sehingga nantinya akan berdampak pada UU bagi hasil migas, yang saat ini tengah dalam proses judicial review di Mahkamah Konstitusi. “Sumber daya alam ini intinya kan untuk kesejahteraan rakyat, namun turunannya dalam bentuk regulasi seperti apa? Saya kira belum mensejahterakan rakyat, khususnya di daerah penghasil migas itu sendiri,” kata Abdul Azis. Dengan gagasan grand design pertambangan yang lebih berpihak pada daerah penghasil, mereka berharap, akan tercipta sebuah regulasi mengenai bagi hasil pertambangan, yang lebih adil. Sehingga daerah penghasil dapat lebih fokus membangun kualitas sumber daya manusia (SDM).
“Agar meski sumber daya alam terus berkurang daerah penghasil migas ini tetap dapat lebih sejahtera, masyarakatnya,” imbuhnya. Di kesempatan yang sama, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Kadistamben) Sumsel, Robert Heri menyatakan Pemprov Sumsel telah mengajukan judicial review atas UU Nomor 23/2004 tentang bagi hasil migas ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu dilakukan karena sejumlah daerah merasa dana bagi hasil migas antara pusat dan daerah penghasil serta daerah non penghasil belum adil.
“Dana bagi hasil migas selama ini masih belum bisa mensejahterakan masyarakat di daerah, belum lagi kerusakan lingkungan hidup dan kehidupan sosial masyarakat, yang harus ditanggung daerah penghasil migas,” ungkap Robert Heri. Robert berharap anggota Pansus Pertambangan DPD-RI dapat berjuang bersama-sama sejumlah daeerah penghasil migas lainnya di Indonesia, termasuk Sumsel, untuk merealisasikan pembagian dana bagi hasil migas, yang lebih merata, Asisten II Setda Provinsi Sumsel, Eddy Hermanto menyatakan, sebagai salah satu daerah penghasil migas, banyak keluhan yang dirasakan Sumsel masih menjadi penghalang, bagi pengembangan daerah, akibat terhambat regulasi di tingkat pusat.
Dia mencontohkan, pembangunan jalur khusus batubara, menuju TAA, yang meski telah membawa sekaligus pihak investor pembangunannya ke pemerintah pusat, masih tetap terbentur antara UU Minerba dengan UU Perhubungan, yang mengakibatkan belum dapat dimulainya pembangunan rel kereta khusus batubara tersebut, di Sumsel. “Kita (pemerintah Sumsel) mendukung DPD sebagai garda terdepan, mendobrak regulasi yang dirasa masih merugikan daerah,” tandas Eddy Hermanto.