Penagihan Kredit Macet Mesti Masuk Bisnis Inti

DPR tidak setuju dengan Bank Indonesia (BI) yang berpendapat bahwa penagihan kartu kredit bukanlah bisnis inti (core business) perbankan sehingga dibolehkan memakai jasa debt collector (penaigh utang).

Anggota Komisi XI DPR Arif Budimanta berpendapat, penagihan masuk dalam bisnis inti bank. Sebab, kredit macet bisa mengganggu ope­rasional bank

“Kredit itu kalau tidak ditagih, bisa mengganggu operasional bank, bisa kolaps banknya. Makanya kok penagihan dibilang bukan bisnis inti,” tanya Arif heran saat dikonfir­masi Rakyat Merdeka.

Dia mencontohkan, kasus subprime mortgage di Amerika, Serikat dimana terjadi kredit macet atas kredit pemilikan rumah besar-besaran yang membuat banyak bank kolaps.

“DPR menyarankan BI untuk melakukan kajian lagi tentang penggunaan jasa penagih ini agar lebih profesional dan tidak merugikan satu sama lain,” desak Arif.

Hal itu ditegaskan Arif menangapi pernyataan Deputi Gubernur BI bidang Perbankan Muliaman D Hadad yang menyatakan, penagihan kredit tidak bisa dimasukkan dalam bisnis inti perbankan, sehingga penggunaan jasa debt collector menjadi hal yang lumrah di industri keuangan.

“Penggunaan jasa, tidak bisa jadi core business bank dan jasa ini dapat dipertanggungjawab­kan,” kilahnya.

Muliaman menegaskan, pekerjaan jasa adalah sebagai penunjang perbankan. Karena itu, pekerjaan debt collector bisa di alih dayakan sesuai dengan Undang-undang Kementerian Te­naga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

“Di industri perbankan, penagihan itu termasuk dalam pekerjaan penunjang, jadi bukan kegiatan dalam pokok bank,” tegas Muliaman.

Untuk itu, dia berharap, semua kalangan tidak mempermasalahkan lagi soal jasa penagih. Dia menjamin, ke depan penggunaan jasa tidak akan merugikan nasabah maupun bank.

“Semua aturan telah kami perbaiki, termasuk penggunaan kartu kredit. Kami akan terus menga­wasi penggunaan jasa tersebut dan diharapkan tidak ada lagi aksi kekerasan terhadap na­sabah,” harap Muliaman.

Deputi Gubernur BI Ronald Waas menambahkan, perbankan boleh menggunakan layanan jasa penagihan apabila terjadi kredit macet.

Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI) meminta DPR untuk tidak lagi mem­permasalahkan penggunaan jasa pihak ketiga dalam penagihan kartu kredit perbankan alias debt collector. Pasalnya, aturan yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI) sudah sangat ketat dan jelas bahwa bank bertanggung jawab pada jasa penagih yang ditunjuk.

Permintaan itu disampaikan Ketua Umum Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI) Wisnu Wibowo di Jakarta, kemarin.

Menurut dia, aturan jasa penagih saat ini sudah diperbaharui dan BI telah melakukan konsul­tasi pada perbankan, asosiasi alih daya dan DPR. “Aturannya sudah dikeluarkan dan itu sudah dikonsultasikan dengan DPR, perbankan dan asosiasi,” jelas Wisnu kepada Rakyat Merdeka.

Wisnu menyatakan, aturan baru ini sudah jelas dan ketat. Dimana bank harus bertanggung jawab atas jasa penagih yang ditunjuknya.

”Mekanisme kerja sama perusahaan penagihan dengan bank sudah diperketat. Perusahaan harus berbentuk CV, fasilitas kantor juga harus jelas,” jelasnya.

ABADI juga siap menegur perusahaan yang menjadi anggotanya yang terbukti tidak patuh pada aturan. Bahkan ABADI siap mencoret perusahaan tersebut dari asosiasi jasa penagih.

Sekretaris Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Penagihan Indonesia (APJAPI) Daud menegaskan, asosiasi selalu menindak tegas oknum-oknum penagih yang melakukan tindak kekerasan dalam menagih kartu kredit.

“Sanksi itu bisa dikeluarkan dari asosiasi dan diproses hukum jika terbukti melakukan pelang­garan yang merugikan orang lain,” imbuh Daud.

Diposting 18-01-2012.

Dia dalam berita ini...

Arif Budimanta

Anggota DPR-RI 2009-2014 Jawa Barat III
Partai: PDIP