Pemkot Bandarlampung didesak untuk bersikap tegas terhadap pengusaha tempat hiburan yang terindikasi melakukan pengemplangan pajak, seperti yang dilakukan manajemen Golden Dragon.DPRD setempat meminta usaha hiburan di Jalan Yos Sudarso itu untuk ditutup.
Anggota Komisi B DPRD Bandarlampung, Dolly Sandra, mengatakan, praktek pengemplangan pajak yang dilakukan Golden Dragon harus disikapi dengan serius, jika perlu ditarik keranah hukum.
Tindakan manajemen Golden Dragon yang membayar pajak di bawah ketentuan, sangat merugikan pendapatan asli daerah (PAD). Padahal aturannya sudah jelas. Sebaiknya bukan himbauan lagi yang disampaikan ke mereka, melainkan melaporkannya ke aparat penegak hukum dan tutup usaha itu, tegasnya, Rabu (28/12).
Menurutnya, tindakan tegas perlu dilakukan untuk memberikan efek jera kepada para pengusaha tempat hiburan, umumnya bagi semua wajib pajak. Selain itu, langkah tersebut juga untuk mengungkap tabir apakah ada indikasi permainan petugas pajak ataukah murni kenakalan pihak Golden Dragon sendiri.
Terpisah, Direktur Eksekutif Pusat Study Strategi Publik (Pusbik), Aryanto Yusuf, mengatakan, kebijakan dalam pembayaran pajak dapat diberikan.Namun, tetap mengacu pada ketentuan yang ada. Penegakan aturan bukan berarti tidak pro terhadap para investor di Bandarlampung, melainkan lebih kepada menjaga kewibawaan dan program peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang telah dirintis dan direncanakan dengan baik.
Aryanto menilai, keengganan Pemkot menjatuhkan sanksi dapat menjadi preseden buruk bagi penegakan Perda dan kewibawaan Pemkot itu sendiri. Menurutnya, hal tersebut dapat memunculkan dugaan adanya oknum yang bermain di balik lemahnya penerapan Perda No:01/2011 tentang Pajak Daerah, di mana setiap pengusaha tempat hiburan wajib menyetorkan pajak sebesar 40 persen dari total pendapatan.
Kalau kebocorannya akibat ada oknum yang bermain, lumrah saja Perda tersebut menjadi macan ompong. Sangat disayangkan jika perda dibuat hanya untuk dijadikan ajang mengeruk keuntungan pribadi atau golongan, tegasnya.
Berkaitan dengan indikasi tersebut, Aryanto mengimbau kepada Walikota Herman H. N. untuk melakukan evaluasi petugas pungut pajak dan bagian yang bersinggungan langsung dengan penegakan Perda di Bandarlampung.
Selain itu, untuk mengedepankan transparansi dan pemahaman kepada wajib pajak, sudah saatnya Pemkot mengumumkan nilai objek pajak sesuai ketentuan Perda No: 01/2011 tentang Pajak Daerah. Dengan demikian, tidak ada lagi celah bagi oknum untuk bermain pajak.
Sebelumnya, Anggota Komisi B DPRD Bandarlampung, Endang Asnawi, mengatakan, pajak yang dibayar olej sejumlah rumah karoke di Bandarlampung diduga kuat tidak sesuai ketentuan.Paslanya, nilai pembayaran pajak tidak sesuai dengan omzet.
Bayangkan saja, Karaoke Keluarga Inul Vista sebulan bisa membayar pajak Rp17-18 juta. Sangat aneh jika Karaoke Golden Dragon hanya membayar Rp10-12 juta/bulan, cetus Endang Asnawi.
Padahal, jelas Endang, karoke Inul Vista tidak menyediakan minuman keras dan pendamping lagu (PL) seperti halnya karaoke Golden Dragon maupun karaoke lainnya yang berada di Jalan Yos Sudarso Kecamatan Telukbetung Selatan. Kalau pembayaran pajaknya hanya Rp10-12 juta berarti dalam sehari omzet karaoke Golden Dragon kurang dari Rp1 juta/hari. Karena sesuai Perda No: 01/2011 tentang Pajak Daerah, karaoke dikenakan pajak sebesar 40 persen, tegasnya.
Endang mengaku sempat memeprtanyakan masalah ini kepada Kabid Penagihan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Bandarlampung, Alimudin."Alimudin membenarkan hasil temuan Komisi B tersebut. Hanya saja ia tidak berani memberikan keterangan kepada pers, dengan alasan tidak memiliki kewenangan untuk memberikan keterangan," pungkasnya.Alam
Jika terbukti mengemplang pajak, maka Golden Dragon terancam pidana.Sebab, Peraturan daerah (Perda) Nomor 1 tahun 2011 tentang Pajak Daerah mengamanatkan bagi wajib pajak yang tidak membayar pajak sesuai ketentuan dipidana 2 tahun.
Pasal 21 ayat 2 huruf d Perda Pajak Daerah menyatakan pajak karaoke, diskotik, club malem dan sejenisnya dikenakan pajak sebesar 40 persen. Jika melanggar, sanksinya diatur melalui pasal 124 yang isinya, wajib pajak yang tidak membayar sesuai ketentuan dapat dipidana 2 tahun atau didenda sebesar 4 kali terhutang yang tidak atau kurang dibayar.