Masalah Izin Pertanahan Hambat Investasi Migas

Salah satu penghambat inves­tasi migas di Indonesia adalah masalah izin pertanahan. Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) meminta pemerintah memudahkan proses perizinannya.

Kepala BP Migas R Priyono me­ngatakan, saat ini ada beberapa kendala utama dalam kegiatan ekplorasi migas, antara lain pem­bebasan lahan. Selain itu, ada Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan penyelesaian masalah politik.

Menurut Priyono, jika Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan disahkan, pihaknya minta agar kegiatan migas tidak perlu harus menunggu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

“Kalau kita harus lapor ke Bappenas untuk setiap ekplorasi agar dimasukkan dalam RPJM akan lama, kami minta untuk BHMN (Badan Hukum Milik Negara) migas dikecualikan,” pinta Priyono.

Meski begitu, Priyono mengaku, saat ini proyek-proyek migas yang terkendala lahan sudah berkurang.

Untuk diketahui, pemberlakuan RUU Pengadaan Tanah menjadi Undang-Undang (UU) berpo­tensi memperlambat proyek-proyek minyak dan gas bumi (migas).

Pasalnya, RUU tersebut mencantumkan pengadaan tanah untuk kepentingan umum hanya bisa dilakukan setelah masuk ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) oleh Bappenas.

Namun, anggota Komisi VII DPR Bobby Rizaldy khawatir jika pengadaan tanah untuk migas masuk dalam RPJMN akan membuat durasi kegiatan eksplorasi hingga ke proses produksi migas bakal semakin lama.

Menurutnya, eksplorasi membutuhkan tanah dalam waktu cepat untuk kegiatan pengeboran. Mengingat lokasi pengeboran baru diketahui pada tahun kedua atau ketiga dari masa eksplorasi yang diberikan pemerintah.

Ketika cadangan migas berhasil ditemukan, kegiatan produksi tidak dapat dilakukan dengan ce­pat karena pengadaan tanah untuk membangun fasilitas produksi juga kembali harus dimasukan ke dalam RPJMN.

Selain keharusan untuk dimasukkan ke dalam RPJMN, RUU ini juga mengatur seluruh proses pengadaan tanah hanya boleh dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Bobby menganggap, sebagai industri vital dan strategis, pelaku industri migas menginginkan ta­nah yang diadakan dalam kegiatan eksplorasi dan produksi migas dimasukan dalam kategori untuk kepentingan umum.

“Apalagi seluruh aset-aset tanah yang dibeli tersebut akan menjadi milik negara dan masuk sebagai objek vital nasional (obvitnas). Tidak ada perpindahan kepemilikan atas aset tanah ke­pada pihak ketiga dalam industri ini,” jelasnya.

Saat ini, pengadaan tanah untuk kepentingan eksplorasi dan produksi dilakukan oleh kon­traktor kontrak kerja sama bersama dengan BP Migas setelah mendapatkan persetujuan izin lokasi dari Pemda.

Diposting 07-12-2011.

Dia dalam berita ini...

Bobby Adhityo Rizaldi

Anggota DPR-RI 2009-2014 Sumatera Selatan II
Partai: Golkar