Pemkot Batu rupanya tidak tahan dengan kuatnya desakan pengelola tempat hiburan di Kota Batu untuk merevisi Perda Pajak Hiburan Nomor 6 tahun 2010.
Draf revisi perda tersebut diserahkan kepada anggota DPRD Kota Batu, kemarin sore, dalam rapat paripurna dengan agenda penyampaian revisi Perda Pajak Hiburan Nomor 6 tahun 2010. ”Bagian Hukum sudah mengajukan revisi perdanya. Semoga saja setelah Perda Pajak Hiburan ini direvisi, tidak ada keluhan lagi dari pengusaha hiburan karena pemerintah selalu bermitra dengan pihak swasta,” ujar Kabag Humas dan Protokoler Kota Batu Robiq Yunianto,kemarin.
Anggota Badan Legeslatif (Banleg) DPRD Kota Batu Simon Purwoali mengaku belum bisa bersikap menanggapi usulan revisi Perda Pajak Hiburan tersebut karena pembahasan revisi baru akan dilakukan pada awal minggu depan. ”Menurut kami aneh saja, dulu yang membuat draf Raperda Pajak Hiburan adalah pemerintah. Setelah kita tetapkan menjadi perda, kini diajukan revisi. Kalau pemerintah bisa tegas menegakkan Perda Pajak Hiburan maka PAD Kota Batu bisa lebih dari Rp30 miliar per tahunnya,” katanya.
Di sisi lain, para pengelola hiburan menyambut gembira adanya revisi perda tersebut. Marketing Jatim Park 1 Titik S Arianto mengatakan, selama ini pajak hiburan di Kota Batu dianggap terlalu tinggi, sehingga memberatkan pengusaha. Dalam Perda No 6 tahun 2010 tentang Pajak Hiburan, pajak hiburan seperti Jatim Park 1 besarannya mencapai 35% dikalikan omset.
Titik berharap besaran pajak hiburan sama dengan pajak hiburan yang dikelola Dispenda Provinsi Bali sebesar 10% dikalikan omset. ”Kita berharap pajak hiburannya bisa diturunkan. Harapan lainnya pemerintah bisa memberikan kelonggaran kepada pengusaha hiburan yang baru membuka usahanya, minimal satu tahun dibebaskan dari pembayaran pajak hiburan,” harapnya.
Sementara Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Batu Uddy Syaifudin menambahkan, sejak Perda Pajak Hiburan No 6 tahun 2010 ditetapkan, para pengelola tempat hiburan melayangkan surat keberatan kepada wali kota. ”Keinginan kita PHRI bersama pengelola tempat hiburan dilibatkan dalam pembahasan revisi Perda Pajak hiburan itu. Tujuannya supaya ada sinergi antara pemerintah dan pihak swasta,” sebutnya.
Senada diutarakan Franky, pengelola panti pijat Dhogadho di Jalan Raya Beji, Kecamatan Junrejo. Menurutnya, khusus untuk pajak hiburan jenis panti pijat, besarnya mencapai 75% dikalikan omset. Menurut Franky, nilai pajak hiburan khusus panti pijat tidak masuk akal. ”Kalau pajak hiburan tetap dibiarkan melambung tinggi semacam itu maka usaha kita akan gulung tikar,” katanya.