DPR meminta pemerintah untuk mengevaluasi keberadaan Lembaga Nonstruktural (LNS) lain yang dibentuk dengan keputusan menteri atau presiden. Pasalnya, banyak keberadaannya juga dinilai tak efektif.
Wakil Ketua Komisi II Abdul Hakam Naja mengatakan, LNS yang dibuat dengan keputusan menteri sarat dengan unsur nepotisme ataupun unsur subjektivitas menteri. Biasanya menteri yang membuat LNS di bawah naungannya hanyalah ingin mengamankan kerabat, pejabat, atau temannya di suatu lembaga.
“LNS yang dibuat kepmen kebanyakan hanya ego sektoral para pimpinan di atasnya. Atau hanya ingin menyimpan pejabat yang sudah tidak produktif lagi,” katanya di Jakarta kemarin. Hakam menambahkan, pemerintah harus segera mengevaluasi LNS yang dibuat berdasarkan peraturan presiden (perpres) atau keputusan presiden (keppres).
Kalau untuk LNS yang dibuat berdasarkan undang-undang, jelasnya, memang agak sulit untuk dievaluasi karena pemerintah harus mengevaluasi dulu bagaimana peraturan perundangan tersebut. Menurut dia, kebanyakan LNS tersebut juga hanya menyedot anggaran namun tidak disertai dengan peranan yang berarti.
DPR dalam waktu dekat juga akan memanggil Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) untuk membahas dan menindaklanjuti LNS yang perlu dievaluasi. “Mungkin minggu depan kami akan lakukan rapat kerja,” imbuhnya. Hakam menambahkan, peninjauan kembali mengenai LNS itu akan diatur secara seksama melalui Rancangan Undang-Undang LNS yang masih digodok.
Diperkirakan, UU-nya akan disahkan pada Maret 2012. Nantinya,ujar Hakam, dalam UU itu akan diatur definisi dan kriteria LNS, syarat pembentukan, dan siapa saja yang berhak membentuk LNS. Anggota Komisi II DPR Abdul Malik Haramain berpendapat, LNS yang perlu segera digabung atau dihapus terutama yang pembentukannya melalui keppres.
Karena itu, dia berpendapat banyak LNS yang dibuat dengan keputusan itu tidak efektif dalam melaksanakan kerjanya. Dia juga mengkritik pemerintah, yang selama ini tidak pernah melakukan evaluasi akan keberadaan LNS, terutama tentang kinerjanya.
Sementara itu, Guru Besar Tata Hukum Negara UI Budidharmono berpendapat LNS yang dibuat negara itu tidak pernah jelas alasan pembentukannya ataupun anggaran dan profesionalitas pejabat yang memimpin lembaga tersebut. Ada kesan, imbuhnya, pemerintah hanya karena unsur spontanitas atau ada kasus sehingga membentuk LNS tanpa evaluasi yang tepat. Dia menyindir alasan pemerintah yang membubarkan LNS itu karena unsur inefisiensi.
Jika memang tidak efisien, sesalnya, mengapa baru pada saat ada wacana reformasi birokrasi, bukan sejak dulu. “Bahkan, pemerintah pun sekarang mengakui bahwa pembentukan LNS itu memboroskan anggaran. Ini kan lucu,” imbuhnya.