Komisi XI DPR meminta saham Bank Mutiara bisa dijual sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Jika tidak, pengurus Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebaiknya diganti karena dianggap tidak mampu mengemban tugas.
Hal ini dikatakan Wakil Ketua Komisi XI Harry Azar Azis. “Kalau tidak bisa sesuai waktu yang ditentukan, kita minta saja pengurus LPS diganti. Kita akan panggil LPS dalam waktu dekat untuk mendengar perkembangan penjualan,” tegas Harry kepada Rakyat Merdeka.
Selain itu, LPS juga didesak agar jangan melego saham bank yang dulunya bernama Bank Century itu kepada pihak asing. Jika terpaksa, DPR mensyaratkan nilai penjualan yang lebih tinggi.
“Kalau mau jual ke asing, sepanjang bisa senilai Rp 6,7 triliun kembali plus bunga yang ada berapa lama ini, misalnya bisa dijual Rp 7,5-Rp 8 triliun ya silakan saja,” beber Emir.
Demi mengantongi harga penjualan yang baik, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mendesak manajemen Bank Mutiara terus memperbaiki kinerja dan operasional perusahaan. Dengan membaiknya kinerja perseroan, diharapkan saham bank itu bakal cepat laku.
Agus menilai penjualan saham Bank Mutiara tidak akan terkendala, kendati di tahap awal penjualannya belum menunjukkan tanda yang menggembirakan. Sebab, saat ini kondisi pasar Indonesia sangat mendukung.
Dia yakin investor yang membeli saham perbankan Indonesia tidak akan rugi. “Pasar kita sedang baik. Investor yang menginvestasikan dananya di perbankan nasional akan menikmati return atau imbal hasil yang baik,” kata Agus.
Namun Agus berharap, LPS bisa terus berjuang menjual saham bank tersebut, sesuai waktu yang ditentukan, meski ada desakan dari berbagai pihak agar penjualan saham Bank Mutiara ditunda.
“Ada undang-undang yang mengatur kapan LPS harus mulai menjual saham Bank Mutiara. Dan saya menyambut baik bahwa LPS paham dan tahu kapan musti menjual,” katanya mendukung.
Pendapat pesimistis datang dari pengamat ekonomi Icshanudin Noorsy. Dia menilai penjualan saham Bank Mutiara mustahil bisa setara dengan nilai bailout Rp 6,7 triliun.
“Mereka harus jual senilai Rp 6,762 triliun agar tidak terjadi kerugian. Tapi itu mustahil, karena harga per-sahamnya tidak akan sampai segitu,” tegas Ichsanudin dimintai tanggapannya oleh Rakyat Merdeka.
Artinya, lanjut Ichsanudin, kesalahan sudah terjadi sejak awal pemerintah melakukan bailout pada Bank Mutiara. “Itu artinya waktu diinjeksi (bailout) ada kelebihan, itu sudah salah. Buktinya sekarang mau dijual susah, karena kemahalan, tidak akan ada yang mau nilai segitu,” tambahnya.
Ichsanudin mengimbau LPS selaku penjual saham, segera melakukan audit ulang terkait berapa sesungguhnya harga yang pantas bagi Bank Mutiara.
Diberitakan sebelumnya, tiga calon investor Bank Mutiara gagal membeli saham bank tersebut. LPS berdalih, ketiga calon investor yang terdiri dari satu investor lokal dan dua asing itu tidak memenuhi persyaratan administrasi.
Informasi yang diterima Rakyat Merdeka dari Ketua Tim Penjualan Bank Mutiara di LPS Mirza Mochtar, persyaratan administrasi itu terkait informasi mengenai ultimate investor serta dokumen audited laporan keuangan dari calon investor korporasi.
Menurut Mirza, sesuai undang-undang LPS, waktu penjualan dapat diperpanjang dua kali, dengan masing-masing perpanjangan selama setahun. Dia mengaku belum berencana memperpanjang penjualan saham Bank Mutiara.
“Kita sedang melakukan pembahasan dengan penasihat keuangan,” tukas Mirza dihubungi Rakyat Merdeka.