Komisi Keuangan DPR mengimbau Bank Indonesia (BI) dan pemerintah terus memantau peredaran mata uang rupiah di daerah perbatasan dan terpencil. DPR tidak mau rupiah, sebagai wujud kedaulatan bangsa, terkikis oleh penggunaan mata uang asing di wilayah perbatasan.
“Pemerintah dan BI harus terus melakukan pemantauan. Masalah mata uang rupiah di daerah perbatasan merupakan sebuah tantangan yang harus menjadi program prioritas BI bersama pemerintah,” tegas anggota Komisi XI DPR Kemal Azis Stamboel.
Khusus untuk bank sentral, Kemal berharap otoritas moneter itu bisa senantiasa memastikan uang rupiah sebagai alat transaksi ekonomi di pulau terluar ataupun wilayah perbatasan.
“Hal ini pernah kita bahas, BI mengatakan akan mengupayakan melalui perwakilan Kantor BI terdekat. BI harus mendorong perbankan membuka jaringan kecil di tiap daerah. Sebab, hanya bank yang bisa bergerak secara operasional, BI hanya regulator,” ujarnya.
Menurut dia, BI dan pemerintah bisa membantu bank untuk pembukaan kantor cabang di wilayah terluar NKRI (Negara Kepulauan Republik Indonesia).
“Saya yakin akan ada anggaran khusus yang harus dimiliki BI dalam mengemban tugas ini. Tapi ini harus menjadi langkah yang bersifat strategis bagi kebijakan BI, terlepas dari aktivitas ekonomi yang belum ramai,” jelasnya.
Menyoal ketidakmerataan penyebaran bank di wilayah pelosok, bank sentral punya alasannya. Peneliti Ekonomi Madya Senior Kantor BI Makasar Gusti R.E. Putra menjelaskan, sampai saat ini belum ada peraturan dari bank sentral untuk mengharuskan bank membuka cabang di daerah tertentu.
“Tidak ada paksaan dari Bank Indonesia agar bank mendirikan kantornya di suatu daerah tertentu. Yang diatur oleh Bank Indonesia adalah bank wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk setiap pembukaan kantor,” jelas Gusti kepada Rakyat Merdeka.
Gusti melanjutkan, untuk memperoleh izin pembukaan kantor, bank wajib mencantumkan rencana pembukaan kantor dalam rencana bisnis bank.
“Selanjutnya untuk memperoleh izin bank wajib mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia dengan beberapa persyaratan,” tuturnya.
Jika bank dapat memenuhi kriteria tersebut, dan sepanjang jumlah bank belum menyentuh tingkat kejenuhan, BI tetap mengeluarkan izin pembukaan kantor pada suatu daerah. “Sampai saat ini secara umum di 24 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan sudah terdapat kantor cabang bank, namun yang terbanyak adalah Makasar,” papar Gusti.
Anggota Komisi XI DPR Maruarar Sirait mengusulkan, dividen perbankan BUMN dikurangi dan dialokasikan untuk pembukaan cabang di daerah terpencil. Dia berharap, masalah infrastruktur tidak dijadikan alasan bagi bank untuk tidak membuka jaringan di pelosok.
“Kalau menunggu semua lengkap (infrastruktur), kita kapan mulainya. Lebih baik dividen bank BUMN dikurangi untuk ekspansi, karena keuntungan bank BUMN itu kan besar sekali,” katanya.
Marurar mengatakan, bank BUMN mempunyai misi untuk menjaga perekonomian Indonesia secara utuh serta membantu pembangunan daerah.