Dicopot dari Jabatannya sebagai Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Fitri Putra Nugraha legowo. Sebagai kader partai ia pun menerima keputusan itu, jika memang sudah menjadi keputusan partai. Menurut dia, menjadi anggota biasa atau pimpinan dewan sebenarnya sama saja, tidak ada yang istimewa.
"Kalau sudah diputuskan partai, siapapun kader harus mentaati dan ikut. Kalau menolak atau melawan, ya sama saja tidak menghormati partai. Buat saya, duduk di pimpinan dewan atau jadi anggota biasa sama saja kok. Semasa saya jadi Ketua DPD Partai Golkar, saya kok tidak masalah jadi anggota biasa DPRD, tidak harus jadi pimpinan DPRD," katanya kepada wartawan, Rabu (29/6).
Politisi muda yang akrab disapa Nungki ini, mengaku sama sekali tidak gusar atau merasa dipermalukan atas pencopotan dirinya yang telah disetujui pimpinan DPRD dalam rapat paripurna, Selasa (28/6) lalu. Walau dia tidak memahami persis alasan pergantian itu, Nungki menyatakan tidak akan mengkritisi atau memprotes DPD Partai Golkar.
"Perasaan saya biasa saja kok, malah bersyukur sekarang telah bebas dari beban sebagai salah satu pimpinan dewan. Malahan dengan menjadi anggota biasa, saya akan lebih bebas dalam menjalankan tugas dan peran sebagai wakil rakyat," ujar putra dari mantan Bupati Bogor Agus Utara Effendi ini seraya tersenyum.
Sementara itu, Pengamat hukum tata negara dan pemerintahan dari Fakultas Hukum Universitas Pakuan (Unpak) Edi Rohaedi menuturkan bahwa pergantian wakil ketua DPRD dari Nungki oleh Ade Ruhandi bisa membuat konstalasi politik memanas khususnya di Fraksi Golkar.
“Pergantian posisi di tingkatan DPRD tidak akan berpengaruh besar, seperti yang terjadi di DPRD Kota Bogor karena kedudukan dewan dalam memutuskan kebijakan bersifat kelektif kolegial. Justru yang bisa memanas intalasi politik di fraksi seperti yang terjadi di DPR Pusat,” ujarnya.
Ia menuturkan, yang menjadi pertanyaan lazimnya jabatan Wakil ketua dewan itu permanen lima tahun sekali pergantiannya. Namun ini terlihat ada sesuatu yang terjadi. “Bisa saja mereka tidak mendukung fraksi, sehingga terjadinya pergantian orang,” imbuhnya.
Namun, terang dia, kalau pergantian terjadi karena kenginan para anggota dan memang secara hukum sudah sesuai dengan mekanisme dalam peraturan perundang-undangan serta AD/ART dan peraturan organisasi PG, itu sah saja. Namun, bila tidak akan menjadi pertanyaan. “Itu biasa berdampak psikologis. Awalnya menjabat wakil ketua kini menjadi anggota biasa,” pungkasnya.