Legislator Tekankan Transisi Energi Berkeadilan di RUU EBET dan RUU Ketenagalistrikan

sumber berita , 02-12-2025

Di tengah dorongan global menuju energi bersih, Anggota Komisi XII DPR RI Ratna Juwita tegas berpijak pada pertanyaan yang paling mendasar: siapa yang menikmati manfaat, dan siapa yang selama ini menanggung beban? Pertanyaan inilah yang mengemuka dalam audiensi bersama METI, Generasi Energi Bersih Indonesia, dan Indonesia Parliamentary Center (IPC). Bagi Ratna, transisi energi bukan sekadar pergantian teknologi, tetapi pergulatan panjang tentang keadilan tentang masyarakat di daerah penghasil energi yang puluhan tahun hidup berdampingan dengan dampak ekologis, namun belum kunjung sungguh-sungguh menjadi penerima manfaat.

Ratna secara khusus menyoroti konsep transisi energi berkeadilan yang menjadi isu fundamental, karena hingga kini masyarakat di daerah-daerah penghasil energi justru sering tidak menjadi pihak yang menikmati manfaatnya. “Transisi energi berkeadilan saya sangat setuju karena memang sementara ini justru masyarakat yang berada di area-area penghasil mereka itu bukan menjadi penikmat tetapi menjadi korban pertama maupun sumber daya alam yang mereka punya tapi mereka belum punya potensi terhadap keberadaan mereka,” tandas Ratna dalam RDPU yang digelar di Ruang Rapat Komisi XII, Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (1/12/2025).  

Maka, Legislator Fraksi PKB tersebut konsisten menyuarakan satu hal: RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) dan revisi UU Ketenagalistrikan harus membawa Indonesia menuju transisi energi yang berkeadilan. Ratna  menegaskan bahwa transisi energi adalah keniscayaan global, namun Indonesia harus membangunnya dengan kearifan lokal, berpijak pada kedaulatan negara, keadilan, serta keberlanjutan ekologis, sebagaimana amanat Pasal 33 UUD 1945.

Ratna juga menyinggung kekosongan regulasi yang menyebabkan iklim investasi energi bersih selama ini berjalan lambat, di tengah kebutuhan elektrifikasi nasional yang terus meningkat. Ia mengingatkan bahwa Putusan MK Nomor 39/PUU-XXI/2023 telah menegaskan bahwa negara tidak boleh kehilangan kendali strategis atas sektor ketenagalistrikan dan energi baru-terbarukan.

Lebih jauh, Ratna menekankan bahwa transisi energi berkeadilan harus dibangun di atas fondasi ekologis yang regeneratif. Selama puluhan tahun, daerah penghasil energi menanggung beban ekologis terbesar tanpa mendapat manfaat setara. Karena itu RUU EBET dan revisi UU Ketenagalistrikan ditegaskannya harus mengoreksi pola lama: memberikan perlindungan lingkungan, pemulihan ekosistem, transparansi data, dan mekanisme persetujuan masyarakat lokal (free, prior, informed consent). Tanpa itu, transisi energi hanya akan memperpanjang ekstraktivisme dengan wajah baru.

Ratna memastikan bahwa RDPU dan audiensi seperti hari ini merupakan langkah penting untuk memastikan setiap masukan dari para ahli, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil menjadi bagian integral dari pembahasan regulasi. “Tujuannay jelas bahwa kita akan menghasilkan UU energi yang tidak hanya sekedar mendorong pertumbuhan ekonomi tetapi juga dapat menjaga kedaulatan negara dan keberlanjutan kehidupan lintas generasi. Kita sepakat bahwa energi ini untuk kebaikan,” pungkas Ratna menutup pernyataan.

Diposting 03-12-2025.

Dia dalam berita ini...

Hj. RATNA JUWITA SARI, S.E., M.M.

Anggota DPR-RI 2024-2029
Jawa Timur 9