Skema perizinan investasi lintas negara di kawasan Asia, serta dukungan investasi bagi hilirisasi produk unggulan daerah menjadi sorotan utama Rapat Kerja Komisi XII DPR RI bersama Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani. Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Sugeng Suparwoto menyoroti pentingnya terobosan kebijakan untuk memperkuat posisi Indonesia dalam percaturan investasi regional. Sugeng mengapresiasi capaian realisasi investasi nasional yang telah mencapai 75 persen hingga triwulan ketiga. Menurutnya, capaian tersebut memberi optimisme bahwa target akhir tahun masih dapat dikejar.
“Saya pribadi cukup lega dengan data investasi yang mencapai 75 persen. Masih ada kesempatan di kuartal terakhir, mudah-mudahan target dapat tercapai. Kita sama-sama tahu investasi adalah salah satu faktor pertumbuhan yang sangat strategis,” ujar Sugeng saat Rapat Kerja Komisi XII DPR RI dengan Menteri Investasi dan Hilirisasi/ Kepala BKPM Rosan Roeslani yang digelar di Ruang Rapat Komisi XII, Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (2/12/2025).
Namun demikian, Legislator Fraksi Partai Nasdem tersebut menyoroti perlambatan konsumsi domestik yang berdampak pada sejumlah sektor, termasuk otomotif. “Pembelian mobil dan kendaraan bermotor turun terus. Ini harus menjadi perhatian karena konsumsi adalah penopang penting perekonomian,” tegas Sugeng.
Lebih lanjut, Sugeng menilai Indonesia dalam konteks persaingan regional masih perlu bekerja lebih keras untuk menyamai negara-negara ASEAN lain yang lebih progresif menarik arus modal asing. “Di tingkat ASEAN tampaknya kita masih kalah dengan Vietnam. Thailand manufakturnya bagus, Singapura adalah pusat investasi keuangan. Kita justru terlihat menurun,” tegasnya.
Sugeng menyampaikan bahwa kontribusi investasi terhadap PDB Indonesia kini berada di kisaran 18 persen, angka yang dinilainya masih perlu ditingkatkan agar sektor ini memberikan dorongan yang lebih kuat terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Sebagai langkah strategis, Sugeng mengusulkan pembentukan kawasan industri daerah yang terencana secara matang (by design) dengan insentif yang tepat untuk menarik investor. Ia mencontohkan model Tiongkok yang berhasil memadukan desentralisasi politik dengan pengaturan pertumbuhan wilayah untuk menumbuhkan pusat-pusat ekonomi baru.
“Mungkin perlu ada kawasan-kawasan industri di daerah dengan insentif khusus. Kita dorong kemandirian energi dan pangan. Misalnya di Sumatera Selatan, ada kelebihan listrik sekitar 2 gigawatt. Ini potensi besar untuk merangsang investasi,” jelasnya seraya menekankan daerah dengan surplus energi harus dijadikan magnet investasi untuk menggerakkan industri padat karya sekaligus membuka lapangan kerja skala besar.
Tak hanya itu, Sugeng juga menyoroti tantangan sektor ketenagakerjaan yang masih dihadapkan pada tingginya angka pengangguran, serta perlunya ekosistem usaha yang lebih kondusif. “Peluang dari konflik dagang global sebenarnya bisa menjadi momentum, tetapi negara yang paling siap menerima limpahan investasi adalah Vietnam. Ini harus kita jawab dengan perbaikan ekosistem domestik,” ungkapnya.
Menutup paparan, Sugeng mengingatkan Menteri Investasi bahwa pelaku usaha saat ini masih cenderung bersikap hati-hati. Karena itu, kepastian regulasi dan kebijakan yang berpihak menjadi kunci untuk mendorong percepatan realisasi investasi. Sugeng juga menegaskan pentingnya mendorong konsumsi dan investasi secara simultan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional.
Sugeng menyampaikan bahwa realisasi investasi tahun ini menjadi sinyal positif bagi dunia usaha. “Perlu ekosistem dan kondusifitas. Kebetulan saya sering ngobrol dengan pengusaha, kok nampaknya ada psikologis pengusahanya juga lebih baik hold dulu. Maka tadi diskusi, kalau ini realisasi ini senang sekali,” pungkas Sugeng.