Anggota Komisi III DPR RI Soedeson Tandra menegaskan pengelolaan anggaran lembaga yudikatif, yakni Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK), tetap berada dalam mekanisme sistem keuangan negara yang terintegrasi dan sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pernyataan itu disampaikan Soedeson mewakili DPR dalam sidang pengujian materiil terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Sebagaimana diketahui, sidang pengujian materiil terhadap Undang-Undang tersebut diajukan oleh tiga pemohon: Viktor Santoso Tandiasa (advokat), Nurhidayat (advokat pajak), dan Irfan Kamil (wartawan). Para pemohon menilai bahwa penganggaran lembaga yudikatif melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dikoordinasikan oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian PPN/Bappenas mencerminkan intervensi eksekutif, sehingga mengekang kemandirian anggaran peradilan.
“Bahwa pengelolaan anggaran lembaga peradilan, yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi juga berada dalam mekanisme sistem keuangan negara yang bersifat nasional dan terintegrasi. Bahwa Kemenkeu melalui Menkeu berperan dan bertindak sebagai bendahara umum negara sekaligus pengelola fiskal sehingga semua kementerian dan lembaga negara, termasuk lembaga legislatif dan lembaga yudikatif, mengajukan anggaran kepada bendahara umum negara untuk disatukan dalam rancangan APBN, sebelum akhirnya dibahas dan disetujui oleh DPR (vide Pasal 13 dan Pasal 14 UU Keuangan Negara),” ujar Soedeson dalam sidang yang digelar via zoom dari Ruang Puspanlak, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/11/2025).
Tak hanya itu, Soedeson menyatakan bahwa prinsip pembedaan kewenangan pengelolaan keuangan negara dalam sistem keuangan perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances, serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.
Legislator Fraksi Partai Golkar tersebut.juga menegaskan bahwa DPR RI berpendapat pelaksanaan anggaran lembaga yudikatif tidak berarti bebas dari mekanisme akuntabilitas publik. Hal ini ditegaskan sebab kemandirian kekuasaan kehakiman dijamin dalam hal fungsi mengadili, bukan pada hal pengelolaan keuangan negara yang bersumber dari APBN.
“Oleh karena itu, seluruh Kementerian dan lembaga negara wajib mengikuti siklus APBN yang dikoordinasikan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Hal ini untuk menjamin pengelolaan keuangan negara yang terpusat, terpadu, dan akuntabel,” tegas Soedeson.