Anggota Komisi XIII DPR RI Frengky Sibarani menyesalkan minimnya koordinasi lintas kementerian dan lembaga dalam penegakan hak asasi manusia (HAM). Ia menilai upaya penegakan HAM selama ini terkesan hanya menyasar pelaku usaha, sementara kementerian dan lembaga lain yang memiliki kewenangan strategis justru tidak turut dievaluasi.
Frengky mencontohkan adanya potensi pelanggaran HAM terkait kepemilikan lahan masyarakat transmigran di Kalimantan Barat. Lahan yang sejak 1976 telah bersertifikat kepemilikan warga, menurutnya, pada 2015 justru dikeluarkan Hak Guna Usaha (HGU) baru yang tumpang tindih. Konflik agraria yang terjadi di wilayah Sungai Melayu Tumbang Titi itu berdampak pada sejumlah desa, mulai dari Sungai Melayu Jaya, Jaeran Jaya, Mekar Jaya, Sungai Melayu Baru, Piasak, Karya Mukti, hingga Beringin Jaya.
“Sampai saat ini status hukum itu sangat menggelisahkan masyarakat yang sudah lebih dari lima tahun meminta kejelasan,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XIII dengan Dirjen Pelayanan dan Kepatuhan HAM dan Dirjen Instrumen dan Penguatan HAM di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Senin (17/11/2025).
Menurut Frengky, situasi tersebut menunjukkan lemahnya posisi Kementerian Hukum dan HAM dalam koordinasi antar-kementerian. Ia menilai kondisi ini menjadi tantangan serius ke depan, terutama ketika revisi Peraturan Presiden (Perpres) 60 Tahun 2023 terkait tentang Strategi Nasional Bisnis dan Hak Asasi Manusia (Stranas BHAM) tengah disusun. Ia juga mengingatkan agar penyusunan aturan itu mempertimbangkan kondisi perekonomian nasional. Data yang diterimanya menunjukkan bahwa PHK pada paruh pertama 2025 meningkat hingga 32 persen, terutama di sektor padat karya, meski pertumbuhan ekonomi triwulan II mencapai 5,12 persen.
“Jangan sampai Perpres yang disiapkan untuk penegakan HAM justru menekan industri dalam negeri atau menghambat investor baru,” tegas Frengky.
Menambahkan hal tersebut, Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Andreas Hugo Pareira mengingatkan agar regulasi baru tidak menciptakan birokrasi yang justru menghambat dunia usaha. “Kita menghendaki penegakan HAM, tetapi jangan sampai menekan pihak yang berinvestasi, baik dari luar negeri maupun dalam negeri,” kata Andreas.