Anggota Komisi VII DPR RI Bambang Haryo Soekartono menyoroti kebijakan pembatasan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Candi Borobudur, Jawa Tengah. Menurutnya, pembatasan tersebut telah berdampak pada penurunan signifikan jumlah wisatawan dan menurunnya aktivitas ekonomi masyarakat, terutama para pelaku UMKM di kawasan sekitar Borobudur.
“Kebijakan pembatasan menjadi 1.200 turis, baik domestik maupun internasional, sangat mempersulit masyarakat yang ingin berkunjung ke Candi Borobudur. Padahal, minat masyarakat sangat tinggi, baik wisatawan dalam negeri maupun mancanegara. Sekitar 80 persen dari wisatawan yang datang ke Jawa Tengah ingin berkunjung ke Borobudur,” ujar Bambang Haryo di sela kunjungan kerja Tim Panja Standarisasi Desa Wisata Komisi VII DPR RI di Desa Wisata Wanurejo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat (7/11/2025).
Legislator dari Fraksi Gerindra ini menilai kebijakan pembatasan jumlah pengunjung tersebut telah menurunkan aktivitas pariwisata, sehingga berdampak langsung pada sektor ekonomi masyarakat sekitar. “Saya sangat prihatin karena ini menyebabkan penurunan yang drastis terhadap pariwisata di Borobudur. Masyarakat dan pelaku UMKM kehilangan banyak pengunjung dan konsumennya,” tuturnya.
Ia menyampaikan apresiasi terhadap langkah cepat Kementerian Kebudayaan di bawah kepemimpinan kabinet saat ini yang telah memberikan solusi untuk meningkatkan jumlah wisatawan. “Alhamdulillah, Kementerian Kebudayaan yang sekarang langsung membuat solusi cepat. Menteri Kebudayaan, Pak Fadli Zon, sudah membolehkan jumlah turis naik menjadi 4.000, dan bahkan sedang diajukan menjadi 5.000. Kami berharap bisa meningkat lagi hingga 10.000 wisatawan per hari seperti sebelum pandemi,” jelas Bambang.
Menurutnya, Candi Borobudur memiliki kemampuan dan kapasitas yang jauh lebih besar untuk menampung pengunjung. Ia mencontohkan sejumlah situs budaya dunia seperti candi di Vietnam dan Thailand, bahkan kawasan wisata seperti Penang Hill di Malaysia, yang tidak menerapkan pembatasan jumlah wisatawan.
“Borobudur punya kemampuan yang jauh lebih besar dari pembatasan yang ada sekarang. Di negara lain, tempat wisata budaya dikelola dengan baik tanpa pembatasan ketat. Borobudur ini ikon Indonesia. Kalau dikembangkan lebih terbuka, jumlah wisatawan yang datang akan semakin besar dan devisa negara juga meningkat,” tegas Bambang.
Selain menyoroti kebijakan pembatasan, Bambang juga menekankan pentingnya pengembangan desa-desa wisata di sekitar Candi Borobudur sebagai bagian dari ekosistem pariwisata yang berkelanjutan.
“Desa-desa wisata di sekitar Borobudur ini belum banyak diketahui publik. Perlu ada sosialisasi dan promosi yang kuat, baik dari pemerintah maupun sektor perhotelan. Hotel-hotel di Jawa Tengah bisa berperan aktif mempromosikan desa wisata sekitar Borobudur kepada wisatawan melalui berbagai media informasi, termasuk televisi di kamar hotel,” ujarnya.
Ia berharap, dengan dukungan pemerintah dan sinergi pelaku pariwisata, potensi desa-desa wisata di kawasan Borobudur dapat berkembang menjadi destinasi baru yang memperkaya pengalaman wisatawan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.
“Kalau promosi dilakukan dengan baik, masyarakat akan tertarik berkunjung tidak hanya ke Borobudur, tapi juga ke desa-desa wisata di sekitarnya. Ini akan memberikan kehidupan ekonomi baru bagi masyarakat sekitar,” pungkas Bambang.