Karut-Marut Kepemilikan SIM Card Jadi Pintu Masuk Kejahatan Digital

Anggota Komisi I DPR RI Taufiq R. Abdullah mengungkapkan keprihatinannya atas masih maraknya kejahatan digital dengan berbagai motif yang makin lama makin variatif modus operandinya. Hal tersebut dipicu lantaran karut-marutnya kepemilikan SIM Card yang menjadi pintu masuk kejahatan digital.

"Perkembangan teknologi yang terlalu cepat, ada proses adaptasi masyarakat yang tertinggal, proses adaptasi negara dalam hal ini pemerintah untuk melakukan pengaturan ini semua memang agak kedodoran. Ini dialami oleh hampir semua negara," terang Taufiq R. Abdullah kepada Parlementaria disela-sela Kunjungan Kerja Spesifik Komisi I DPR RI ke Balikpapan, Kalimantan Timur, Kamis (18/9/2025).

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menengarai terkait dengan perilaku-perilaku nakal, bahkan bisa disebut kejahatan digital melalui media sosial, penipuan melalui SMS (Short Message Service), WhatsApp, itu pelakunya bukanlah orang-orang yang tidak berpendidikan. Misalnya proses penyebaran pemberitaan hoaks itu yang melakukan bukan orang bodoh, tentu ada motifnya, bisa motif politik, motif uang yang lalu menjadi dasar dari perilaku-perilaku menyimpang, perilaku yang kalau boleh kita sebut dengan kejahatan digital.

"Salah satu akar persoalannya adalah seharusnya setiap handphone itu dengan SIM Card (Subscriber Identity Module) yang legal, yang jelas dan terverifikasi pemiliknya. Sementara di sini ternyata itu tidak terjadi secara baik. Jadi sekarang ini dan sudah berjalan begitu lama di pasaran terjual secara bebas SIM card yang beredar itu banyak ditemukan SIM card yang sudah tinggal operasi (pakai) saja artinya sudah terverifikasi atas nama seseorang tapi itu tidak jelas siapa pemilik sebenarnya," tandas Taufiq.

Sebagaimana diketahui pada 15 Mei 2025, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menyatakan bahwa jumlah kartu SIM aktif di Indonesia sekitar 315 juta unit, melebihi populasi penduduk yang saat itu sekitar 280 juta jiwa. Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap isu yang menyebutkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah panggilan spam tertinggi di dunia, dan pemerintah berencana menata ulang sistem registrasi kartu SIM. Penataan ulang ini, antara lain, akan membatasi satu Nomor Induk Kependudukan (NIK) maksimal mendaftarkan tiga nomor. 

Legislator asal Dapil Jawa Tengah VII ini menambahkan bahwa operator selular bekerja dengan regulasi yang ditentukan oleh pemerintah tentu ini juga harus ada banyak perbaikan. 

“Nah pengawasannya dari Direktorat Jenderal Pengawasan Ruang Digital (Komdigi) juga masih lemah jadi ini harus diperbaiki. Negara harusnya bisa mengatasi persoalan ini dengan baik kalau terjadi kolaborasi antar stakeholder di pemerintah yang memiliki fungsi pengawasan seperti Komdigi, BIN, POLRI, BSSN,” ujarnya.

"Kita tidak membatasi jumlah akun, tidak membatasi jumlah SIM Card, tapi bagaimana dari sisi identitas pemilik sim card itu jelas, asal pemilik sim card itu jelas dan benar-benar itu adalah miliknya maka pemerintah akan dengan mudah melakukan proses pengawasan ruang digital sekaligus melindungi masyarakat dari berbagai kejahatan digital," tukas Taufiq.

Ia menjelaskan saat ini hoaks ditebar lalu dicari siapa pelakunya ternyata begitu ketangkap dia bukan pelakunya, adalah orang yang tidak ngerti apa-apa. “Apalagi sekarang yang namanya dunia sudah borderless, proses jual beli sim card antar negara itu sudah terjadi nah ini juga harus diawasi karena itu saya menuntut kepada operator selular untuk ikut mengawasi ini," pungkasnya.

Diposting 22-09-2025.

Dia dalam berita ini...

Drs. H. TAUFIQ R. ABDULLAH

Anggota DPR-RI 2024-2029
Jawa Tengah 7