Anggota Komisi VI DPR RI Rivqy Abdul Halim menilai rencana merger antara maskapai Pelita Air dengan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk merupakan langkah terobosan yang memperkuat sinergi antar-BUMN di sektor penerbangan. Menurutnya, kebijakan tersebut diharapkan tidak hanya menjadi upaya efisiensi, melainkan juga meningkatkan daya saing industri penerbangan nasional yang sempat terpukul akibat pandemi COVID-19 dan tingginya beban utang Garuda Indonesia.
“Rencana merger antara Pelita dengan Garuda Indonesia semoga bisa menjadi terobosan kerja sama antar-BUMN. Ini penting untuk menjaga keberlanjutan bisnis dan pelayanan publik di sektor transportasi udara,” ujar Rivqy dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR RI dengan Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri beserta Sub Holding di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (11/9/2025).
Diketahui, Garuda Indonesia tengah melanjutkan restrukturisasi keuangan setelah berhasil keluar dari proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) pada 2022 lalu. Sementara, Pelita Air yang berada di bawah naungan Pertamina, belakangan gencar memperluas rute penerbangan domestik dan diproyeksikan menjadi mitra strategis untuk memperkuat jaringan Garuda.
Lebih lanjut, Rivqy menekankan, upaya merger tersebut tetap harus memperhatikan kepentingan publik, terutama terkait ketersediaan layanan penerbangan yang terjangkau dan merata di seluruh Indonesia. “Sinergi ini jangan hanya fokus pada efisiensi bisnis, tapi juga memastikan layanan penerbangan tetap bisa dinikmati masyarakat luas dengan standar keselamatan dan kenyamanan tinggi,” tegasnya.
Terakhir, Politisi Fraksi PKB itu juga mengingatkan merger dua maskapai pelat merah ini akan menjadi ujian bagi Kementerian BUMN. Maka dari itu, ia mendorong agar konsolidasi perusahaan negara berjalan sesuai prinsip good corporate governance, efisiensi berkeadilan, serta berorientasi pada kemakmuran rakyat.