Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, Muhammad Jusuf Kalla, untuk membahas revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Membuka rapat tersebut, Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan menjelaskan bahwa revisi UU Pemerintahan Aceh merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan sejumlah pasal, serta penyelarasan dengan berbagai regulasi nasional seperti UU Pemerintahan Daerah, UU Pemilu, dan UU Desa.
“Pemerintahan Aceh merupakan bentuk otonomi khusus sebagai wujud pengakuan atas kekhususan sejarah, budaya, dan aspirasi politik masyarakat Aceh. Revisi ini mencerminkan komitmen negara dalam melindungi dan memajukan kesejahteraan masyarakat Aceh, serta menjaga perdamaian yang telah dicapai melalui MoU Helsinki,” jelas Bob Hasan di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (11/9/2025).
Didampingi Wakil Ketua Baleg Martin Manurung dan Sturman Panjaitan, Bob Hasan dalam kesempatan itu melaporkan kehadiran anggota Baleg.
“Hari ini telah dihadiri oleh 17 anggota dari tujuh fraksi. Karena rapat ini tidak untuk mengambil keputusan, maka rapat dapat kita mulai dan saya nyatakan terbuka untuk umum,” ujarnya.
Lebih lanjut, Bob Hasan menekankan bahwa revisi UU harus mampu memperkuat kewenangan Pemerintahan Aceh dan mencerminkan butir-butir penting dalam MoU Helsinki.
“Poin-poin MoU mencakup pengakuan kekhususan Aceh, pembentukan pemerintahan Aceh, partai politik lokal, pemilu dan demokrasi, pengelolaan sumber daya alam, hak asasi manusia, amnesti dan reintegrasi, serta dana otonomi khusus,” papar Politisi Fraksi Partai Gerindra ini.
Menurut Bob, revisi ini diharapkan dapat menjadi instrumen hukum yang memastikan implementasi penuh semangat perdamaian dan keadilan.
“Kami memerlukan masukan pandangan dari Bapak Haji Muhammad Jusuf Kalla terhadap substansi pengaturan agar RUU ini benar-benar mencerminkan semangat perdamaian MoU Helsinki dan kebutuhan masyarakat Aceh secara adil dan konstitusional,” tegasnya.
Bob Hasan juga menyoroti pentingnya memasukkan aspek filosofis dalam pembahasan revisi.
“Saya ingin hal ini lebih banyak ditarik dalam hal filosofisnya, semangat sebagai abstraksi dan inspirasi, agar betul-betul poin-poin tentang sumber daya alam, otonomi khusus, partai politik, dan penyesuaian kelembagaan dapat tercermin,” ujarnya.
Selain itu, Bob menegaskan bahwa revisi UU harus memberikan kepastian hukum dalam pengaturan pengelolaan sumber daya alam, pembagian dana otonomi khusus, serta peran partai politik lokal dalam sistem demokrasi di Aceh. Penyesuaian kelembagaan dan qanun daerah juga menjadi salah satu fokus agar tetap selaras dengan peraturan perundang-undangan nasional.
“Secara keseluruhan, revisi ini adalah langkah strategis untuk memperkuat otonomi khusus Aceh dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan tetap menjunjung tinggi prinsip keadilan, kepastian hukum, dan penghormatan terhadap nilai-nilai lokal,” pungkas Bob Hasan.