Herman Khaeron Desak Kemendag Evaluasi Tata Kelola Minyak dan Impor Pangan

sumber berita , 04-09-2025

Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron mendesak pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) agar produsen minyak dan importir pangan strategis berkomitmen berpihak kepada rakyat. Ia menyebutkan selama ini keuntungan besar dari sektor minyak dan pangan justru dinikmati hanya segelintir pihak, sementara rakyat menanggung harga tinggi.

“Ini barang disrupsi, barang murah, jadi harus sampai kepada rakyat yang berhak. Jangan kemana-mana nggak jelas,” kata Herman dalam agenda Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Perdagangan Budi Santoso di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Kamis (4/9/2025).

Berangkat dari ironi ini, dirinya meminta pemerintah segera memanggil para produsen minyak untuk memastikan kepatuhan mereka terhadap regulasi pemerintah. “Berapa sih mereka mengeluarkan masing-masing? Berapa yang mengikuti regulasi pemerintah? Apa keuntungan mereka tidak cukup dengan harga tinggi di internasional? Kita ingin tahu mana yang komit, mana yang tidak,” ujarnya.

Berdasarkan laporan yang diterima, produksi minyak mentah Indonesia terus mengalami penurunan dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 2019, realisasi lifting minyak masih berada di kisaran 746 ribu barel per hari (bph). Angka itu turun menjadi 743 ribu bph pada tahun 2020, 660 ribu bph pada tahun 2021, dan 644 ribu bph pada tahun 2022. Pada tahun 2023, produksi kembali turun menjadi sekitar 605 ribu bph.

Hingga tahun 2024, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) mencatat realisasi lifting minyak hanya 579.700 bph, jauh di bawah target APBN 2024 sebesar 635 ribu bph. Sedangkan, kebutuhan minyak domestik yang mencapai lebih dari 1,5 juta bph membuat Indonesia semakin bergantung pada impor. Data Kementerian ESDM mencatat impor minyak mentah sepanjang 2024 mencapai 112,19 juta barel.

“Kita jangan biarkan produsen hanya mengejar pasar internasional. Minyak itu harus dipastikan cukup untuk rakyat,” ungkapnya.

Selain minyak, Herman menyoroti ketergantungan Indonesia terhadap impor pangan strategis. Ia mengingatkan agar pemerintah mampu mengendalikan harga di dalam negeri agar tidak membebani rakyat.

“Jangan sampai impor hanya menguntungkan yang di tengah. Harga di luar murah, tapi di rakyat justru mahal. Itu sama saja mengambil keuntungan dari penderitaan rakyat,” jelasnya.

Terbukti, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren kenaikan impor pangan dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 2020, impor beras tercatat hanya 356 ribu ton. Jumlah itu melonjak drastis menjadi 407 ribu ton pada 2021, 429 ribu ton pada 2022, lalu meroket menjadi 3,06 juta ton pada 2023.

Untuk komoditas lain, impor bawang putih pada 2023 mencapai lebih dari 510 ribu ton, dengan ketergantungan di atas 90 persen dari kebutuhan domestik. Garam industri pun juga masih harus diimpor sekitar 80 persen, dengan volume lebih dari 2,5 juta ton per tahun.

Pada Januari–Maret 2025, BPS mencatat impor bawang merah mencapai 1.011 ton, gula 760.477 ton, dan bawang putih 40.738 ton. Sementara impor kedelai sebagai bahan baku tempe dan tahu terus stabil di atas 2 juta ton per tahun.

“Importir jangan ambil untung besar-besaran. Volume perdagangannya besar, cukup ambil keuntungan yang rasional. Sisanya, biarkan rakyat menikmati harga yang terjangkau,” tegas Herman.

Sebab itu, Herman mendesak Kemendag agar memastikan pengaturan harga yang rasional bagi masyarakat. Menurutnya, keuntungan besar-besaran di pihak produsen minyak maupun importir pangan sama dengan menarik uang dari kantong rakyat. “Kementerian Perdagangan harus mampu atur harga yang rasional. Jangan sampai rakyat terus jadi korban, sementara importir dan produsen menikmati untung besar,” desaknya.

APBN Harus Berpihak kepada Rakyat

Mengakhiri pernyataannya, Herman juga menekankan Kemendag agar pengelolaan APBN benar-benar berpihak kepada rakyat Indonesia. Ia menilai program-program Kemendag tidak boleh hanya bersifat administratif, melainkan harus menyentuh kebutuhan esensial rakyat.

Menurut Politisi Fraksi Partai Demokrat itu, keberpihakan APBN pada rakyat harus tercermin pada subsidi energi, stabilisasi harga pangan, serta dukungan terhadap program-program pemberdayaan ekonomi desa. “APBN jangan hanya diisi program ini, program itu yang sudah biasa tapi apa yang secara esensial bisa menambah peran negara untuk rakyat. APBN betul-betul harus menunjukkan keberpihakan kepada rakyat,” pungkas Herman.

Diposting 04-09-2025.

Dia dalam berita ini...

Dr. Ir. H. E. Herman Khaeron, M.Si.

Anggota DPR-RI 2024-2029
Jawa Barat 8