Tak Hanya Rugi Ekonomi, Rokhmin Dahuri Sebut Beras Oplosan Ancam Kesehatan

sumber berita , 07-08-2025

Anggota Komisi IV DPR RI Rokhmin Dahuri, menegaskan bahwa praktik pengoplosan beras yang marak belakangan ini tidak hanya menimbulkan kerugian secara ekonomi, tetapi juga berdampak pada aspek kesehatan masyarakat. Ia mengingatkan bahwa isu beras oplosan harus dipandang sebagai masalah pangan nasional yang menyangkut keamanan konsumsi publik atau food safety.

“Dampaknya bukan hanya ekonomi. Konsumen dirugikan karena membeli beras yang seharusnya kelas medium, tapi dilabeli premium. Dari sisi harga, mereka bayar lebih mahal dari kualitas yang didapat,” ujar Rokhmin dalam wawancara kepada TVR Parlemen yang dikutip Parlementaria, di Jakarta, Kamis (07/08/2025).

Lebih lanjut, Rokhmin menguraikan bahwa secara kesehatan, beras oplosan dapat membahayakan masyarakat. Sebab, ada standar mutu tertentu yang harus dipenuhi dalam klasifikasi beras premium, seperti kadar air maksimal 14 persen dan batasan patahan butir beras tidak lebih dari 9 persen. Bila beras tidak memenuhi standar tersebut namun tetap dijual dengan label premium, maka berpotensi merugikan konsumen dari aspek gizi dan keamanan pangan.

“Berbicara soal kedaulatan pangan, itu tidak hanya soal kuantitas produksi, tapi juga soal kualitas dan keamanan. Ini menyangkut nutrisi yang dikonsumsi masyarakat,” tegasnya.

Rokhmin juga menyoroti dampak beras oplosan terhadap petani. Menurutnya, praktik tersebut tidak membuat petani menikmati keuntungan dari margin harga yang ditarik dari konsumen. Justru, harga gabah tetap ditekan di angka Rp6.500 per kilogram, sedangkan harga beras di pasaran terus melambung.

"Petani tetap saja dirugikan. Padahal pemerintah mengklaim stok beras Bulog tertinggi dalam 57 tahun terakhir, tapi kenapa harga di pasar tetap naik? Ini aneh dan harus jadi perhatian,” ungkap Guru Besar IPB itu.

Ia juga mengungkapkan bahwa sebagian besar stok beras yang diklaim tinggi tersebut bukan berasal dari gabah lokal, melainkan dari sisa impor pemerintahan sebelumnya yang jumlahnya mencapai sekitar 1,5 juta ton. Ia mendesak agar pemerintah bersikap jujur dan transparan dalam menyampaikan data kepada publik.

“Kita ini harus mendidik pemerintah agar jujur. Karena jujur itu sumber kebaikan, dan kalau tidak jujur, itu jalan menuju kehancuran,” ujar Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Dalam kesempatan itu, ia mempertanyakan siapa pihak yang meminta Bulog menahan distribusi beras dari gudang, padahal kapasitas penyimpanan sudah penuh dan sebagian beras mulai rusak. Rokhmin menyebut adanya indikasi saling lempar tanggung jawab antara Bapanas, Bulog, dan Kementerian Pertanian.

“Kami sudah sidak ke beberapa gudang seperti di Jogja, Semarang, dan Karawang. Banyak beras yang mulai membusuk. Kami sudah minta sejak awal supaya segera dilepas ke pasaran, karena ini bukan uang APBN, tapi pinjaman komersial dari bank Himbara,” jelasnya.

Ia bahkan menilai kebijakan penahanan distribusi beras dan penetapan HET yang tidak seimbang dengan harga gabah sebagai kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat. Rokhmin menduga, kebijakan tersebut bisa dimanfaatkan oleh mafia pangan untuk mempermainkan harga di pasar.

“Jangan-jangan di situlah kerja mafia. Menahan beras agar harga naik, sementara rakyat dan petani menjadi korban,” pungkasnya.

Diposting 08-08-2025.

Dia dalam berita ini...

Prof. Dr. Ir. H. ROKHMIN DAHURI, M.S.

Anggota DPR-RI 2024-2029
Jawa Barat 8