Anggota Komisi I DPR RI Junico B.P. Siahaan mengingatkan pentingnya pelibatan seluruh pemangku kepentingan dalam pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran. Menurutnya, langkah ini mutlak agar produk hukum tersebut tidak bernasib sama seperti sejumlah UU lain, yang akhirnya dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) karena dinilai tidak melibatkan publik secara memadai.
“Tolong dibantu kami supaya jangan nanti begitu jadi Undang-Undang Penyiaran, teman-teman juga nanti yang judicial review ke MK. Ini nggak bener kan,” ujar Nico dalam Rapat Panja RUU Penyiaran dengan Kadin, Sahabat Peradaban Bangsa, dan AKKSI di Ruang Rapat Komisi I, Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (14/7/2025).
Nico menekankan, persoalan utama yang harus segera ditemukan titik temu adalah redefinisi konsep “siaran” di era digital. Saat ini, definisi siaran masih merujuk pada pola tradisional “one to many”, sementara banyak platform digital merasa bukan penyelenggara siaran, meski menikmati pangsa iklan yang sama.
Ia mengingatkan bahwa tanpa pelibatan stakeholder secara serius sejak awal, termasuk asosiasi penyiaran, konten kreator, hingga lembaga pengawas, UU Penyiaran yang baru rawan digugat. Hal ini sudah terbukti pada beberapa undang-undang yang dibatalkan MK karena dianggap cacat formil, seperti tidak memenuhi asas partisipasi bermakna (meaningful participation).
“Bukan hanya right to be heard saja, tapi yuk kita lihat sama-sama supaya tantangan ke depannya benar-benar terjawab dalam undang-undang ini,” katanya.
Oleh sebab itu, ia mendorong agar revisi UU Penyiaran ini segera dituntaskan meski belum sempurna. “Kalau kita nunggu sempurna terus, lima tahun lagi belum selesai. Jadi revisinya kita selesaikan dulu. Masukan dari teman-teman ini penting supaya nanti kita nggak malah digugat lagi ke MK,” pungkas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu.