Anggota Komisi VI DPR RI, Herman Khaeron, menegaskan bahwa kebangkitan koperasi terutama Koperasi Desa Merah Putih, merupakan elemen kunci dalam memperkuat fondasi ekonomi nasional berbasis kerakyatan. Menurutnya, koperasi harus menjadi lembaga utama yang menopang berbagai program pemerintah seperti makan bergizi gratis (MBG) dan ketahanan pangan.
“Kita tidak menganut ekonomi sosialis atau liberal, melainkan ekonomi kekeluargaan. Maka, koperasi adalah jawabannya, sesuai konstitusi kita, UUD 1945,” ujar Herman dalam agenda Forum Legislasi dengan tema 'RUU Perkoperasian Perkuat Peran Koperasi Sebagai Pilar Ekonomi' di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (24/6/2025).
Dirinya menyebut koperasi bukan sekadar instrumen ekonomi, tetapi juga wadah sosial yang mampu menggerakkan potensi desa. Ia menyinggung peran koperasi unit desa (KUD) pada era Orde Baru yang mampu menjadi tulang punggung ekonomi desa.
Meski pernah mengalami kegagalan pada era reformasi, menurutnya hal itu seharusnya menjadi pelajaran, bukan alasan untuk menolak gagasan besar koperasi saat ini. Selain itu, ia menggarisbawahi pentingnya peran koperasi dalam program MBG yang menyasar 82,9 juta penerima.
Perlu diketahui, program ini diproyeksikan membutuhkan 30.000 dapur umum dengan kebutuhan logistik harian yang sangat besar, seperti 82,9 juta butir telur dan ribuan ton beras. Guna memenuhi kebutuhan itu secara berkeadilan dan merata, ia menekankan perlunya lembaga lokal seperti koperasi yang dapat menjadi mata rantai pendek antara petani dan konsumen akhir.
“Kalau tidak disiapkan dari sekarang, program MBG justru akan dimanfaatkan konglomerat. Maka, koperasi desa harus jadi motor yang menyuplai kebutuhan ini,” tegas Politisi Fraksi Partai Demokrat ini.
Koperasi desa, lanjutnya, tidak hanya bisa berperan dalam distribusi pangan, tetapi juga berpotensi mengelola berbagai sektor produktif seperti pertanian, perikanan, kehutanan, hingga energi dan infrastruktur. “Kalau di desa itu sawit, bisa dikembangkan pabrik kelapa sawit mini. Kalau basisnya perikanan, koperasi bisa kelola produksi tangkap dan budidaya. Kalau hortikultura, bisa dikembangkan seperti di Lembang. Semua tergantung potensi desa masing-masing,” paparnya.
Dengan modal antara Rp3–5 miliar per koperasi desa, menurutnya, roda ekonomi desa akan berputar lebih cepat. Ia bahkan mencontohkan kunjungannya ke Sumatera Selatan, di mana koperasi desa merah putih telah terbentuk 100 persen, tinggal menunggu implementasi unit usaha riil.
Lebih jauh, ia juga menyoroti aspek sosial dari keberadaan koperasi desa, terutama dalam menciptakan lapangan kerja berkualitas di pedesaan. Ia berharap ke depan, pemuda-pemudi berbakat tidak lagi harus hijrah ke kota demi mencari pekerjaan. “Kalau ekonomi desa menggeliat, anak-anak muda bisa tinggal dan membangun desa. Ini juga akan menahan laju urbanisasi dan memunculkan inisiatif-inisiatif ekonomi baru berbasis potensi lokal,” imbuh Herman.
Mengakhiri pernyataan, dirinya meminta publik dan pemangku kepentingan untuk tidak apatis atau terburu-buru menghakimi keberhasilan program Koperasi Desa Merah Putih. Ia mengingatkan bahwa sebagai program baru dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, gagasan ini butuh waktu, konsolidasi, dan dukungan lintas sektor.
“Program ini punya potensi luar biasa. Jangan cepat menilai gagal. Kalau berhasil, ini akan menjadi kesuksesan bersama dalam membangun ekonomi nasional dari desa,” pungkas Herman.