Komisi X menyoroti wacana pemasangan alat bantu untuk naik ke puncak Candi Borobudur, yang merupakan bagian dari persiapan menerima kunjungan Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Presiden RI, Prabowo Subianto.
Menurutnya, pemasangan alat mekanik di kawasan cagar budaya harus tunduk pada regulasi dan dipertimbangkan secara sangat cermat.
“Kita harus melihat ketentuan peraturan perundangan yang mengatur soal cagar budaya. Apakah pemasangan alat bantu itu diperbolehkan, dan perlu adanya pertimbangannya harus matang terutama soal dampak terhadap struktur bangunan,” ujar Wakil Ketua Komisi X My Esti Wijayati kepada Parlementaria usai kunjungan kerja reses Komisi X DPR RI ke Denpasar, Bali, Rabu (28/05/2025).
Komisi X, tegasnya, mengingatkan bahwa struktur Borobudur terus mengalami penurunan secara alami setiap tahunnya. Karena itu, pemasangan konstruksi tambahan dikhawatirkan akan memperparah kondisi ini.
“Borobudur itu setiap tahun mengalami penurunan beberapa milimeter. Kalau kita tambah beban dari alat bantu naik itu, tentu akan mempengaruhi struktur keseluruhan. Dulu saja kita pernah minta pemetaan titik-titik mana yang aman untuk pengunjung berkumpul, dan mana yang harus steril. Jadi ini perlu penghitungan jangka panjang, bukan hanya untuk acara sesaat,” tegasnya.
Meski demikian, ia memahami jika pemasangan alat bantu hanya bersifat sementara dan khusus untuk keperluan protokoler tertentu.
“Kalau hanya sementara untuk menghormati tamu negara, mungkin bisa dipahami. Tapi setelah itu harus segera dibongkar. Dan yang boleh naik pun terbatas. Jangan sampai ini jadi pintu masuk untuk hal-hal permanen yang bisa merusak,” jelasnya.
Lebih lanjut, My Esti menegaskan bahwa Candi Borobudur bukan sekadar objek wisata, melainkan tempat ibadah dan pusat spiritual umat Buddha. Oleh karena itu, fungsi religius harus tetap menjadi prioritas utama dalam pengelolaannya.
“Wisata itu bagian kedua. Fungsi utamanya adalah religiusitas. Jadi kita tidak perlu semua harus naik sampai atas. Cukup dari kejauhan, keindahannya tetap bisa dinikmati. Kalau memang ada lansia atau umat yang ingin beribadah, tentu bisa diatur mekanismenya tanpa merusak struktur,” ucapnya Politisi dari Fraksi PDI-Perjuangan itu.
Ia menutup pernyataan dengan menegaskan bahwa keputusan apapun terkait infrastruktur tambahan di kawasan Candi Borobudur harus mengutamakan pelestarian situs warisan dunia tersebut.
“Borobudur adalah warisan dunia, kebanggaan bangsa, dan tempat suci. Jangan sampai karena satu keputusan terburu-buru, kita mengorbankan keberlangsungan dan keutuhannya di masa depan,” pungkasnya.