Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menegaskan pernikahan warga etnis Rohingya bukan wilayah urusan Kantor Urusan Agama (KUA) di Bawah Kementerian Agama. Ia menilai pernikahan warga Rohingya di Aceh Barat tidak berlaku sah dalam UU perkawinan di Indonesia.
"Perkawinan warga negara asing jelas bukan ranah dari Kantor Urusan Agama (KUA) di bawah Kementerian Agama RI. UU Perkawinan jelas hanya berlaku untuk WNI," ujarnya dalam keterangan pers kepada Parlementaria, di Jakarta, Rabu (22/5/2024).
Ace beranggapan ketika ada warga Rohingya menikah, maka hal itu dikembalikan pada tata aturan Rohingya. Meski pernikahan itu digelar di wilayah Indonesia. "Secara agama, kita kembalikan pada keyakinan agama dan ada istiadat mereka," jelas Politisi Fraksi Partai Golkar ini.
Lebih lanjut, Anggota Komisi VIII DPR, Luqman Hakim merasa perlu adanya campur tangan berbagai kementerian dan lembaga terkait heboh pernikahan etnis Rohingya di Aceh ini.
"Ke depan, perlu sinergi antara Kemenkumham, Kemlu, DPR dan Kemendagri untuk memberi kepastian status kewarganegaraan bagi WNA yang tinggal sebagai pengungsi di wilayah NKRI," jelas Luqman.
Kejelasan status kewarganegaraan itu, tambah Luqman, tidak hanya untuk mengatasi masalah perkawinan, tetapi banyak urusan akan menjadi lebih berkepastian terkait hak dan kewajiban mereka sebagai pengungsi di wilayah NKRI.
"Jika ini pernikahan sesama warga negara asing (Rohingya), tidak bisa diberlakukan regulasi pernikahan kita (UU Perkawinan RI) untuk menilainya. Karena UU Perkawinan RI, tidak mengatur urusan pernikahan antarsesama warga negara asing di Indonesia," sambungnya.
Diberitakan sebelumnya, pernikahan dua pasangan etnis Rohingya itu bernama Zainal Tullah dengan Azizah, dan Zahed Huseen dangan Rufias. Pernikahan itu diduga dilaksanakan tidak sesuai dengan tata cara pernikahan yang diatur lazimnya dalam ajaran agama Islam. Pernikahan tersebut diketahui dipimpin oleh Jabir selaku ustadz di kalangan Rohingya.
Aturan lainnya yang dilanggar dalam pernikahan tersebut, selain tidak melaporkan pernikahan tersebut kepada KUA sebagai otoritas resmi pemerintah yang membidangi pernikahan dan kegiatan keagamaan. Pernikahan tersebut juga katanya, tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Dalam undang-undang perkawinan, pemerintah dengan jelas telah mengatur aturan pernikahan antara warga asing dengan Warga Negara Indonesia (WNI). Sedangkan aturan pernikahan warga asing dengan warga asing sejauh ini belum ada.