Komisi XI DPR RI menerima kunjungan dari perwakilan Parlemen Korea di Gedung Nusantara III, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (14/5/2024). Pertemuan itu membahas beberapa hal yang berkaitan dengan investasi di sektor keuangan, mulai dari masalah ketenagakerjaan hingga regulasi dalam pembukaan cabang perbankan.
Dari Delegasi Parlemen Korea hadir Back Hye-ryun yang merupakan Pimpinan Komite Kebijakan Nasional pada Parlemen Korea (Chair Person of National Policy Committee, National Assembly of Republik Korea), yang diterima langsung oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Amir Uskara beserta beberapa anggota Komisi XI DPR RI. Adapun tugas Komite Kebijakan Nasional tersebut salah satunya membawahi bidang keuangan.
“Kami banyak diskusi terkait dengan persoalan keuangan terutama investasi Korea di sektor keuangan yang ada di Indonesia. Tadi disampaikan beberapa keluhan dari investor finansial Korea yang ada di Indonesia termasuk dalam persoalan KITAS atau izin kerja untuk masyarakat Korea,” tutur Amir saat ditemui Parlementaria usai pertemuan tersebut.
Terkait dengan masalah tersebut, anggota dewan yang hadir memberikan penjelasan bahwa persoalan tenaga kerja asing di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Amir tak menampik bahwa Indonesia membutuhkan investasi negara lain namun proteksi terhadap tenaga kerja dalam negeri juga harus dilakukan apalagi dengan kapasitas dan kemampuan yang setara.
“Memang kita butuh investasi tapi di sisi lain kita juga ingin memproteksi tenaga kerja yang sudah ada di sini dan punya kemampuan dengan kapasitas yang sama, tidak usah membawa dari luar. Kita sudah atur dalam undang-undang tenaga kerja dan ini kita sampaikan tadi,” ujarnya.
“Sementara kalau kita mau membuka, terutama sektor perbankan cabang di Korea sangat susah dan sampai saat ini kita hanya ada BNI yang ada di sana”
Pada kesempatan yang sama juga disinggung mengenai minimnya peluang Indonesia untuk bisa membuka cabang perbankan di Korea Selatan. Saat ini hanya satu bank dari Indonesia yang beroperasi di Korea Selatan dan lisensi sebagai full branch yaitu Bank BNI cabang Seoul. Hal ini berbeda dengan banyaknya perusahaan finansial asal Korea Selatan di Indonesia.
“Kita butuh kesetaraan. Artinya di satu sisi, sudah ada 30-an ya perusahaan finansial Korea yang ada di Indonesia. Sementara kalau kita mau membuka, terutama sektor perbankan cabang di Korea sangat susah dan sampai saat ini kita hanya ada BNI yang ada di sana. Bukan karena tidak mau tapi memang sepertinya regulasi mereka itu sangat tertutup,” jelas politisi PPP ini.
Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini menyampaikan bahwa sebenarnya ketatnya aturan terkait perusahaan finansial tak hanya terjadi di Korea Selatan tapi juga banyak negara lainnya termasuk Singapura, Amerika Serikat dan Inggris. Oleh karena itu tak ayal perusahaan perbankan Indonesia sangat terbatas di luar negeri, padahal Indonesia sendiri dinilainya telah cukup besar membuka ruang bagi perbankan asing di tanah air.