Danau Toba memperoleh ‘kartu kuning’ sebagai tanda peringatan dari UNESCO Global Geoparks (UGGp). Hal itu karena UGGp menilai stakeholder pengelola Danau Toba telah lalai mempertahankan komitmen untuk memaksimalkan potensi destinasi super prioritas tersebut. Anggota Komisi X Nuroji mengingatkan peristiwa ini harus menjadi pelajaran sehingga evaluasi yang komprehensif harus dilakukan.
Hal tersebut dirinya tegaskan dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi X dengan Badan Utama Pelaksana Otorita Danau Toba, Sekretaris Kemenparekraf/Sekretaris Utama Baparekraf, Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf, Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek, dan Kepala Geopark Danau Toba di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (2/10/2023).
Lebih lanjut, Politisi Fraksi Partai Gerindra sepakat dengan pernyataan UGGp terkait dengan 7 (tujuh) argumentasi yang menjadi landasan keputusan Danau Toba memperoleh ‘kartu kuning’. Ia meminta seluruh stakeholder terkait untuk memperbaiki setiap aspek yang menjadi sorotan UGGp.
“Menurut saya, wajar UNESCO memberi catatan banyak. Jadi, saya rasa perlu didukung (dengan evaluasi) dengan mempertimbangkan catatan-catatan tadi. Apalagi, terkait dengan pengelolaan tadi manajemen (pengelolaan Danau Toba) ya,” ungkap Nuroji.
Perlu diketahui, berikut 7 (tujuh) catatan argumentasi yang menjadi landasan UGGp memberikan ‘kartu kuning’ untuk Danau Toba. Pertama, tidak sesuainya hasil pemetaan terhadap geological heritage; Kedua, belum adanya pemetaan terhadap other heritage seperti kurangnya identifikasi dan juga inventory the non-designated natural heritage, cultural heritage, and intangible heritage; Ketiga, tata kelola stakeholder yang belum baik sehingga perlu dilakukan reorganisasi.
Keempat, minimnya visibilitas di mana hal tersebut terlihat dari kurangnya konten-konten di berbagai media mengenai potensi Danau Toba sebagai bagian dari UNESCO Geopark; Kelima, minimnys publikasi logo Caldera Toba di berbagai fasilitas pendukung aktivitas pariwisata Danau Toba; Keenam, minimnya partnerships sehingga perlu memperkuat kegiatan partnership baik secara lokal, nasional, maupun internasional, baik secara stakeholder maupun di jaringan dunia; Ketujuh, minimnya komunikasi terhadap jaringan/perwakilan UNESCO di Indonesia maupun pusat yang berlokasi di Paris.
Sebab itu, Nuroji meminta agar evaluasi melibatkan para ahli di bidangnya. “Saya rasa menjadi renungan saja bagi saya dan termasuk kita semua, apakah kita bisa mempertahankan Danau Toba ini dalam daftar UNESCO,” tandasnya.